PENDAHULUAN
Mengelola keuangan, sebagai salah satu bentuk berkat Tuhan, dengan baik
merupakan satu hal penting yang seharusnya ada dalam kehidupan setiap orang
percaya. Perlu disadari oleh setiap orang percaya bahwa seluruh kehidupannya
berada di bawah Ketuhanan Yesus Kristus, termasuk di dalamnya masalah uang,
sehingga kehidupan kekristenan seharusnyalah berimplikasi pada perilaku
orang-orang percaya terhadap kekayaan dan kemiskinan. Oleh sebab itu, tidak
salah jika kita menyimpulkan bahwa orang percaya yang gagal mengelola
keuangannya dengan baik berarti ia gagal dalam melaksanakan kehendak Tuhan
dalam hidupnya. Itu sebabnya selayaknyalah orang percaya memperhatikan hal ini
dan mulai menerapkan prinsip mengatur hartanya dengan baik dan jujur agar berkenan
di hadapan Tuhan sebab "tidak ada yang lebih memperlihatkan orientasi dan
hubungan kita dengan Tuhan seperti sikap kita terhadap uang." Bukankah
Yesus sendiri mengajarkan bahwa salah satu tanda kerohanian yang sejati adalah
sikap yang benar terhadap harta (Mat. 6:19-20)? Jadi, tepatlah pernyataan J.
Hampton Kcathley, III bahwa tanda seorang manusia yang benar dan saleh adalah
pikirannya kepada Tuhan dan harta surgawi.
Mengapa kita harus mempersembahkan harta benda kita kepada Tuhan? Menurut Edwin L. Frizen, "One of the fundamental lessons for the Christians is that we cannot outgive God." Memberi merupakan aspek penting dalam pelayanan dan dalam kehidupan kerohanian seseorang. Walaupun pelayanan Kristen bukan hanya soal memberi uang, melainkan lebih luas dari itu, pelayanan sejati juga menyangkut pemberian kita kepada Tuhan. Akan tetapi fakta di lapangan ternyata membuktikan bahwa teologi Alkitab mengenai pengelolaan kekayaan {material possession) ini tidak terlalu sering dibicarakan di atas mimbar. Hamba- hamba Tuhan takut dianggap "mata duitan" bila berkhotbah mengenai hal- hal yang bersifat materi. Akibatnya, jemaat dibiarkan dalam ketidaktahuan mereka akan pentingnya pengelolaan keuangan sehingga uang mereka lebih banyak terbuang untuk hal-hal yang bersifat tidak rohani. Realita ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian Craig L. Blomberg bahwa bila diperbandingkan antara berapa yang dihabiskan oleh orang-orang percaya untuk kesenangan duniawi dengan yang dihabiskan untuk membantu pekerjaan Tuhan, ternyata jauh lebih banyak yang habis untuk hal-hal yang berupa kesenangan dunia. Gene A. Getz juga menyatakan pendapat yang kurang lebih sama bahwa diperkirakan orang- orang Kristen Injili memberi rata-rata hanya 2% dari pendapatan mereka untuk memperluas Kerajaan Allah. Apa yang Getz tulis memang situasi bertahun-tahun lalu dan tidak bisa dijadikan acuan saat ini, tetapi hal ini dapat menjadi suatu sentakan bagi para rohaniawan bahwa sudah seharusnyalah jemaat Tuhan diberi petunjuk/pengajaran bagaimana mengelola keuangannya dengan baik sesuai kehendak Tuhan.
Mengapa kita harus mempersembahkan harta benda kita kepada Tuhan? Menurut Edwin L. Frizen, "One of the fundamental lessons for the Christians is that we cannot outgive God." Memberi merupakan aspek penting dalam pelayanan dan dalam kehidupan kerohanian seseorang. Walaupun pelayanan Kristen bukan hanya soal memberi uang, melainkan lebih luas dari itu, pelayanan sejati juga menyangkut pemberian kita kepada Tuhan. Akan tetapi fakta di lapangan ternyata membuktikan bahwa teologi Alkitab mengenai pengelolaan kekayaan {material possession) ini tidak terlalu sering dibicarakan di atas mimbar. Hamba- hamba Tuhan takut dianggap "mata duitan" bila berkhotbah mengenai hal- hal yang bersifat materi. Akibatnya, jemaat dibiarkan dalam ketidaktahuan mereka akan pentingnya pengelolaan keuangan sehingga uang mereka lebih banyak terbuang untuk hal-hal yang bersifat tidak rohani. Realita ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian Craig L. Blomberg bahwa bila diperbandingkan antara berapa yang dihabiskan oleh orang-orang percaya untuk kesenangan duniawi dengan yang dihabiskan untuk membantu pekerjaan Tuhan, ternyata jauh lebih banyak yang habis untuk hal-hal yang berupa kesenangan dunia. Gene A. Getz juga menyatakan pendapat yang kurang lebih sama bahwa diperkirakan orang- orang Kristen Injili memberi rata-rata hanya 2% dari pendapatan mereka untuk memperluas Kerajaan Allah. Apa yang Getz tulis memang situasi bertahun-tahun lalu dan tidak bisa dijadikan acuan saat ini, tetapi hal ini dapat menjadi suatu sentakan bagi para rohaniawan bahwa sudah seharusnyalah jemaat Tuhan diberi petunjuk/pengajaran bagaimana mengelola keuangannya dengan baik sesuai kehendak Tuhan.
Memberi untuk pelayanan Tuhan merupakan salah satu aspek dalam
mengelola keuangan yang baik. Tuhan memiliki tujuan saat Ia mempercayakan
berkat pada umat-Nya, yakni agar umat-Nya dapat ambil bagian dalam pelayanan
dan menjadi saluran berkat bagi orang lain. "It's about God's effort to
convince people that they need his guidance and love. It's about people like us
who try to understand what God is and how he wants us to live with one another.
It's really about giving”
Perpuluhan merupakan salah satu aspek penting dalam hal memberi yang
tak dapat diabaikan dalam kehidupan material segenap umat Tuhan, yang sangat
tertib pelaksanaannya di masa PL. Selain itu, perpuluhan merupakan salah satu
sistem pengelolaan keuangan yang ditetapkan oleh Allah sendiri. Akan tetapi
perpuluhan ini kemudian berkembang menjadi sesuatu yang dianggap kontroversial.
Ada yang menganggap praktik ini sudah tidak berlaku lagi di zaman sekarang,
hanya berlaku di zaman PL di bawah hukum Taurat Musa, namun ada pula yang
dengan tertib mematuhinya. Itu sebabnya penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut berbagai kontroversi seputar ajaran ini dan bagaimana sesungguhnya
pengajaran Alkitab mengenai perpuluhan. Apakah perpuluhan masih relevan
dilakukan di zaman sekarang ini? Atau itu hanya berlaku di zaman PL saja? Sebab
ada yang beranggapan memberi perpuluhan adalah mekanismc hukum Taurat,
sementara Tuhan Yesus sendiri sudah menggenapi hukum Taurat dengan kematian-Nya
di kayu salib schingga segala bentuk mekanisme Taurat tidak membebani kita
lagi. Apa dan bagaimana solusi yang tepat seputar kontroversi dan relevansi
perpuluhan di masa kini, itulah yang akan dibahas dalam tulisan ini.
ASAL MULA PERPULUHAN
Sebelum lebih lanjut menyelidiki bagaimana sesungguhnya konsep
alkitabiah mengenai pengajaran perpuluhan, terlebih dahulu kita harus
mengetahui definisi perpuluhan. Dalam bahasa Inggris dipakai kata "tithtf
untuk menunjuk pada perpuluhan, yang oleh Easton's Biblical Dictionary didefinisikan
sebagai berikut: "a tenth of the produce of the earth consecrated and set
apart for special purposes."" American Tract Society Dictionary juga
berpendapat tidak jauh berbeda bahwa "tithd' adalah: "a tenth, the
proportion of a man's income devoted to sacred purposes from time
immemorial."12 Kedua kamus tersebut lebih menekankan aspek rohani dalam
mendefinisikan perpuluhan tersebut, sedangkan kamus lain, yakni kamus Haag
mendefinisikan perpuluhan dengan menekankan pada fungsinya dalam PL, yaitu sebagai:
"Pajak untuk raja (ISam. 8:15-17) atau pada Bait Kudus untuk nafkah
penghidupan para imam dan kaum Lewi (Kej. 14:20; 28:22).",J Dari kesemua
definisi yang hampir serupa tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa perpuluhan
adalah memberi sepersepuluh dari harta kepemilikan kepada Tuhan sebagai rasa
syukur atas segala berkat-Nya yang kemudian digunakan untuk menopang pelayanan
(menyokong penghidupan orang-orang Lewi sebagai pelayan di Bait Suci),
Dalam Alkitab perpuluhan disebut pertama kali dalam Kejadian 14:20 saat
Abraham memberikan sepersepuluh dari hasil kemenangannya atas Kedorlaomer
kepada Melkisedek, raja Salem, imam Allah Yang Maha Tinggi. Ayat ini biasanya
dianggap sebagai ayat yang menyatakan awal mula konsep perpuluhan muncul di
Alkitab. Perpuluhan tersebut diberikan oleh Abraham sebagai rasa syukurnya
setelah ia berhasil membebaskan Lot dari tangan Kedarlaomer dan memperoleh
banyak jarahan. Kenapa ia memberikannya kepada Melkisedek? R. T. Kendall
menyatakan pendapatnya tentang hal tersebut sebagai berikut:
One answer is that Melchizedek's words were apparently the first
Abraham had heard other than from God Himself which resonated with all Abraham
knew of the true God... when Melchizedek blessed Abraham the latter knew that
there was a direct connection between the victory he had just won and this
figure who had brought out bread and wine ... it was Melchizedek's words, then,
that made the difference.
Di mata Abraham, Melkisedek merupakan utusan Tuhan yang menyuarakan
perkataan-Nya, apalagi disebutkan dalam ayat tersebut bahwa Melkisedek adalah
imam Allah Yang Mahatinggi sehingga Abraham menganggap memberikan persembahan
kepadanya sama dengan memberi kepada Tuhan. Abraham melakukannya bukan saja
dengan luapan syukur, tapi juga dengan sukarela. Saat itu belum ada ketetapan
yang jelas seperti di zaman Musa mengenai perpuluhan ini sehingga dapat
dikatakan Abraham melakukannya atas inisiatif sendiri. "It was a voluntary
act of gratitude." Walau secara fisik ia memberikannya kepada Melkisedek,
tapi pada dasarnya secara rohani Abraham memberikannya kepada Tuhan sebab
Melkisedek sendiri adalah bayangan dari Yesus Kristus (Ibr. 7:4-5). Dengan
demikian kita dapat menyimpulkan bahwa pada zaman Abraham, perpuluhan belum
menjadi kewajiban. Perpuluhan adalah persembahan yang diberikan kepada Tuhan
sebagai ekspresi ungkapan syukur kita.
Perpuluhan kemudian kembali disebut dalam kisah Yakub ketika ia
bernazar kepada Tuhan dalam pelariannya bahwa ia akan memberikan sepersepuluh
dari segala sesuatu yang Tuhan beri padanya apabila Tuhan melindunginya dalam
perjalanannya (Kej. 28:20-22). Merupakan kebiasaan/adat sejak permulaan bahwa
sebelum menempuh perjalanan yang sulit dan berbahaya perlu untuk berdoa memohon
perlindungan Allah. Itu sebabnya Yakub bernazar dengan alasan, " to
dedicate a place of worship to God, as did Abraham, and to likewise tithe
"v Sama halnya dengan kakeknya, Abraham, Yakub pun memberi perpuluhan atas
inisiatif sendiri dengan sukarela. "It seems that their decision to tithe
was motivated by gratitude, rather than obedience, fear of punishment, or even
in order to obtain a blessing from God."
Dari cerita mengenai Abraham dan Yakub tersebut kita mendapati bahwa
sesungguhnya dasar pelaksanaan perpuluhan bukanlah semata karena keberadaan
keimamatan Lewi, melainkan karena keberadaan Allah. Mereka melakukannya sebagai
suatu tindakan penyembahan sebab pembayaran perpuluhan adalah aksi yang
signifikan dalam hubungan mereka dengan Tuhan. Meski demikian ada juga yang
berpendapat bahwa kedua contoh tersebut bukanlah sebagai tindakan memberi
perpuluhan, melainkan hanya tindakan kondisional semata sebab hanya disebut
satu kali saja dalam sejarah kehidupan Abraham dan Yakub. Pendapat inilah
yang kemudian menjadi dasar argumen yang menyatakan bahwa "perpuluhan yang
sebenarnya" dimulai di zaman Taurat dan merupakan bagian dari hukum Taurat
karena pada zaman Tauratlah Allah menjadikan perpuluhan sebagai suatu
ketetapan, sementara perpuluhan yang diberikan oleh Abraham dan Yakub dilakukan
bukan karena mereka menerima ketetapan dari Tuhan, melainkan atas inisiatif
sendiri didasari kerinduan bersyukur. Mengenai perdebatan dalam hal apakah
perpuluhan ini merupakan bagian dari hukum Taurat yang sudah digenapi dalam
Kristus sehingga tak berlaku di masa kini dan perdebatan- perdebatan lainnya
akan kita bahas pada bagian selanjutnya.
ATURAN PERPULUHAN DI ZAMAN TAURAT
Perpuluhan kemudian menjadi sesuatu yang legal di zaman Taurat Musa.
Imamat 27:30-34 mencatat Tuhan menetapkan perpuluhan menjadi suatu persembahan
yang wajib diberikan oleh bangsa Israel sebagai umat pilihan-Nya. Perpuluhan
menjadi suatu lambang ketaatan bangsa Israel pada ketentuan Tuhan. Pada zaman
Taurat ini perpuluhan bukan lagi sekadar persembahan yang diberikan dengan
sukarela atas inisiatif sendiri, melainkan menjadi suatu keharusan yang
pelaksanaannya diatur sepenuhnya oleh Tuhan. Perpuluhan menjadi semacam pajak
wajib bagi bangsa Israel, yang diperkenalkan oleh Musa atas perintah Tuhan
dengan didasari dalam bangsa Israel ada yang disebut dengan sistem keimamatan
dan sistem korban. Tujuan dari perpuluhan dalam PL adalah mengajar umat Tuhan
untuk selalu mengutamakan Allah dalam hidupnya sesuai Ulangan 14:23. John R.
Muther mengungkapkan pemikirannya mengenai hal ini dengan menyatakan, "
The Old Testament institution of the tithe... served in part to remind the
Israelites that their wealth was ultimately the Lords and that they were to use
it to his glory."72'
Menurut Keathley sistem perpuluhan di zaman Taurat dapat diklasifikasi
ke dalam tiga bagian sebagai berikut:
1. Perpuluhan dari
seluruh milik seseorang (Im. 27:30-33) yang diberikan kepada orang Lewi untuk
pelayanan di Bait Allah (Bil. 18:20-21). Kaum Lewi sendiri juga tidak terlepas
dari kewajiban perpuluhan ini sebab mereka pun harus memberikan sepersepuluh
dari yang mereka dapatkan kepada Imam Besar Harun sebagai persembahan khusus
(Bil. IS.2&).
2 Perpuluhan diambil
dari apapun yang dihasilkan setelah perpuluhan pertama diberikan, yaitu
perpuluhan yang dilakukan untuk hari raya Tuhan dan korban (Ul. 12:17-18;
14:22) dan dibawa ke tempat kudus, baik dalam bentuk uang maupun bukan. Dengan
keharusan membawa perpuluhan tersebut ke tempat yang dipilih Tuhan, baik dalam
bentuk uang maupun bukan, maka karakter perpuluhan tersebut tak terelakkan lagi
menjadi berubah. Perpuluhan dapat dikatakan berubah dari semacam bentuk
persembahan hasil panen menjadi pembayaran pajak belaka kepada imam dan orang
Lewi sehingga tak salah jika perpuluhan dikatakan juga sebagai salah satu
bentuk dari pajak kultik. Perpuluhan ini juga dilakukan dengan tujuan
mendemonstrasikan prioritas Allah dalam kehidupan umat Israel, yang dilakukan
dengan rutin tahun demi tahun (Ul. 14-.22).
3. Perpuluhan yang diberikan tiap tiga tahun sekali untuk kesejahteraan
orang Lewi, orang asing, yatim piatu dan janda (Ul. 14:26-29). Bentuk
perpuluhan ini dianggap sebagai suatu bentuk perpuluhan yang melengkapi
perpuluhan jenis kedua yang bisa dikatakan tidak memperhatikan mereka yang
berkekurangan. Dengan perpuluhan jenis ketiga ini, maka orang asing, anak yatim
dan janda yang biasanya terabaikan menjadi diperhatikan.
Sebenarnya bila dikalkulasikan ketiga jenis perpuluhan tersebut
jumlahnya bukan lagi 10%. F. C. Grant berpendapat jika orang-orang Yahudi
mempraktikkan perpuluhan sesuai dengan ketentuan yang Tuhan beri jumlahnya
tidak mungkin tepat 10%, melainkan dapat sampai pada sekitar 20-23'/2% dari
total pendapatan si pelaksana perpuluhan. Mengenai hal ini penulis lebih
condong untuk menyetujui apa yang ditulis Baker's Evangelical Dictionary of
Biblical Theology mengenai perpuluhan ini bahwa sesungguhnya hanya ada satu
saja perpuluhan yang diberikan kepada Tuhan.
Kalaupun perpuluhan itu kemudian seakan berbeda karena perubahan
situasi yang ada. Kitab Bilangan ditulis pada masa pengembaraan sehingga
menginstruksikan orang Israel memberi perpuluhan pada orang Lewi saja.
Sementara di masa kitab Ulangan, orang Israel telah memasuki tanah perjanjian
dan mulai menetap sehingga memungkinkan perpuluhan tersebut diberikan sambil mengadakan
perayaan khusus, yaitu memakan perpuluhan bersama antara keluarga si pelaksana
perpuluhan (termasuk hamba-hambanya) dengan orang Lewi di tempat yang
ditetapkan oleh Tuhan (Ul. 12:17-19). Jadi, pada dasarnya perpuluhan jenis
pertama dan kedua adalah sama. Sementara untuk perpuluhan jenis ketiga
sebenarnya adalah perpuluhan yang sama, hanya saja perpuluhan tersebut pada
akhir tahun ketiga diberikan kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan
para janda.
Selanjutnya di masa pembuangan dan sesudahnya, perpuluhan mengalami
perkembangan makna yang disesuaikan dengan kondisi bangsa Israel saat itu.
Pcriode pembuangan dianggap berperan besar dalam perkembangan perpuluhan
menjadi pajak kultik yang sesungguhnya, di mana sclama masa pembuangan
perpuluhan dapat dianggap sebagai salah satu jenis pajak yang dibayarkan pada
imam-imam. Selama masa ini, perayaan pemujaan tidak lagi dapat dikombinasikan
dengan pembayarannya, bahkan teks-teks sesudah masa pembuangan tidak lagi
menyinggung perpuluhan yang dirayakan dengan makan bersama. Yang jelas substansi perpuluhan harus dibawa ke Bait Allah dan disimpan di
sana. Pada periode ini kita juga dapat menemukan hukum yang mengizinkan
penebusan substansi perpuluhan dan bentuk pembayaran lebih berupa uang daripada
produk alamiah/natural. Bahkan lagi peraturan yang mengatur mengenai
pengantaran perpuluhan ditinjau kembali di mana pelaksana perpuluhan tidak
perlu lagi membawa persembahan ke Yerusalem. Orang-orang Lewi yang akan
mengumpulkan perpuluhan tersebut pada waktu-waktu tertentu (Neh. 10:37, 38).
Itu sebabnya Vischer kemudian berpendapat di masa ini, perpuluhan benar-bcnar
telah mengambil rupa sebagai semacam pajak.
KONSEP PERPULUHAN DALAM PB
Jika dalam PL perpuluhan ditekankan dengan jelas dan diatur sedemikian
rupa sebagai bagian dari hukum yang harus ditaati maka di era PB masalah
perpuluhan tidak terlalu signifikan untuk dibahas. Kata "perpuluhan"
hanya ditulis beberapa kali dalam PB.
Pertama, disebut oleh Yesus dalam Matius
23:23 ketika menghardik orang Farisi yang secara teratur melaksanakan
perpuluhan, namun tidak memiliki kebenaran, belas kasihan maupun kesetiaan.
Kedua, disebut oleh Yesus saat menceritakan perumpamaan tentang dua orang yang
berdoa di Bait Allah. Yang satu adalah seorang Farisi, yang merasa diri benar
karena telah melakukan segala perintah Tuhan termasuk perpuluhan, dan yang
lainnya adalah seorang pemungut cukai (Luk. 18:12). Ayat lain yang menyebut
tentang perpuluhan adalah lbrani 7. Di situ dipaparkan tentang Melkisedek,
gambaran Tuhan Yesus Kristus, yang menerima perpuluhan dari Abraham (Kej.
14:17-20). Akan tetapi, keempat ayat-ayat tersebut tidak menyatakan
aturan-aturan khusus mengenai perpuluhan. Harus diakui tidak ada bagian atau
ayat dalam PB yang menetapkan perpuluhan sebagai suatu ketetapan yang berlaku,
namun yang jelas kita dapat menyimpulkan bahwa saat Yesus Kristus ada di dunia
perpuluhan masih tetap berlaku di era PB, meski tidak ada ayat khusus yang menyatakan
Yesus menginstruksikan murid-murid-Nya melakukan perpuluhan dan juga tidak ada
ayat yang menyatakan Yesus menentangnya.
Pada perkembangan selanjutnya di era rasul-rasul, gereja mula-mula
mengembangkan konsep giving (memberi), yang dipercaya merupakan konsep yang
dikembangkan dari perpuluhan. Namun konsep giving ini dalam praktiknya melebihi
konsep memberi 10% dari pendapatan yang ada. Di masa gereja mula-mula, jemaat
Tuhan dengan hati yang digerakkan oleh Tuhan, memberikan apa yang mereka miliki
untuk menjadi kepunyaan bersama dan selalu ada di antara mereka yang menjual
harta mereka lalu membagi-bagikan hasil penjualannya kepada anggota yang lain
sesuai keperluan masing-masing (Kis. 2:44-45). Gereja mula- mula mengalami
pertumbuhan yang pesat sehingga membutuhkan keuangan yang tidak sedikit dan
Alkitab mencatat bagaimana mereka semua mengatasi hal tersebut secara bersama.
Tidak dikatakan bahwa gereja mula-mula mempraktikkan perpuluhan sebagaimana
yang berlaku di zaman PL, namun mereka mengembangkan konsep yang melampaui
konsep perpuluhan di zaman Taurat. Mereka bukan hanya memberikan 10% saja,
melainkan melebihi dari takaran tersebut dan perbuatan itu mereka melakukan
dilandasi dengan hati yang tulus dan mengasihi karena komitmen mereka pada
Yesus Kristus dan juga untuk mencukupi kebutuhan manusiawi mereka.32 Jadi, kita
dapat mengatakan bahwa konsep perpuluhan dalam PB telah digantikan dengan apa
yang dinamakan giving; yang melebihi dan melampaui konsep perpuluhan.33
Giving dalam PB memiliki fungsi yang sama seperti perpuluhan dalam PL,
yakni untuk menyokong pelayanan dan sebagai sumber penghidupan pelayan-pelayan
Tuhan. Hal itu dapat kita lihat dari dasar-dasar Alkitab sebagai berikut:
1 Korintus 9:1-22,
gembala berhak minum susu dombanya (ay. 7). Sama seperti perpuluhan yang
digunakan untuk menyokong kehidupan para imam Lewi di zaman PL selaku pelayan
Tuhan, pemberian {giving) jemaat dalam PB juga dipakai sebagai sumber
penghidupan pelayan-pelayan Allah dan untuk membantu pekeijaan Tuhan sebab
seorang pekerja yang melayani Tuhan dengan sungguh patut untuk mendapatkan
upahnya. Setiap pelayan Tuhan berhak mengharapkan kehidupan standar yang
sepadan dengan pekerjaannya yang mulia dan kudus.
Galatia 6:6-7 menyatakan
bahwa orang yang menerima pengajaran firman seharusnyalah membagi berkatnya
dengan orang yang mengajarkannya. Olford menyuarakan pendapatnya tentang hal
ini dengan mengatakan: "God has never intended His servant to exist as
paupers, while those who arc enriched by their ministry live as
princes." Bila jemaat diberkati dengan pelayanan hamba Tuhan, maka ia
wajib membagi berkatnya dengan hamba Tuhan tersebut. Bahkan ayat 6 mengatakan
bagaimana seharusnya orang percaya membagi segala sesuatu yang ada padanya.
Jadi, bukan sekadar 10% dari pendapatannya, melainkan dalam segala hal yang
baik, tidak hanya dalam bentuk uang sesuai dengan Alkitab versi King James,
"Let him that is taught in the word communicate unto him that teacheth in
all good things."
Roma 15:26-27 yang menyatakan
bahwa pemberian bantuan kepada mereka yang membutuhkan juga merupakan bagian
dari pelayanan, terlebih membantu saudara-saudara seiman di dalam Tuhan.
Filipi 4:15-19
mengisahkan tentang jemaat Filipi yang memberi bantuan kepada Paulus dalam
pelayanannya.
2 Korintus 11:7-9 menulis
tentang bagaimana Paulus ditopang oleh jemaat dalam pelayanannya.
I Timotius 5:17-18
mencatat bagaimana para penatua memperoleh bantuan finansial dari domba-domba
yang mereka layani.
Kesimpulannya, perpuluhan tidak disebutkan lagi sebagai aturan khusus
dalam PB, namun konsep perpuluhan dikembangkan menjadi lebih luas lagi, yaitu
memberi (giving) sebab keuangan merupakan aspek penting dalam pelayanan yang
tak dapat diabaikan. Mengapa jemaat Tuhan harus memberi? Karena selain
pelayanan butuh dukungan dana (IKor. 9:14), orang-orang miskin dan
berkekurangan perlu diperhatikan (Gal. 2:10), lagipula banyak memberi tidak
akan membuat umat Tuhan berkekurangan karena Tuhan berjanji Ia yang akan
menjadi sumber segala berkat dan akan melipatgandakannya bagi mereka yang setia
(2Kor. 9:10), asalkan umat Tuhan memberi dengan sukarela, tanpa merasa terpaksa
(2Kor. 9:7).
KONTROVERSI PERPULUHAN DI MASA KINI
Ada banyak argumen yang dilancarkan untuk menolak pemberlakuan
perpuluhan di masa kini. Adapun argumen-argumen tersebut adalah sebagai
berikut:
Pertama, perpuluhan adalah ketetapan berdasarkan hukum Taurat, bukan
anugerah. Karena Yesus telah datang dan menggenapi hukum Taurat dengan
kematian-Nya di kayu salib, maka kita hidup bukan lagi di bawah ketetapan hukum
Taurat melainkan di bawah pimpinan Roh oleh anugerah Tuhan (Gal. 5:18; Rm.
6:14).
If God did not command Christians to keep the Law, He did not compel
them to tithe either. Christ fulfilled the Law with His death on the cross,
nullifying its tyranny and replacing it with the freedom of grace. To require
tithing would remove the precious liberty we have in Christ.
Keathley berargumen "hukum" dalam Roma 6:14 adalah
anarthrous, sesuatu yang kualitatif, yang tidak bicara mengenai satu hukum
tertentu seperti hukum PL, tetapi hukum apapun. Dengan demikian, kita tidak
di bawah sistem/aturan apapun dalam hubungan dengan Tuhan, selain di bawah
hukum Kristus tentunya (lKor. 9:21 Gal. 6:2). Itu sebabnya ia merupakan salah
seorang yang beranggapan perpuluhan sudah tidak berlaku lagi saat ini. Namun,
Keathley mendukung prinsip memberi dengan menyatakan bahwa sejak zaman PB yang
berlaku adalah prinsip memberi sesuai dengan anugerah/bimbingan Tuhan melalui
roh (2Kor. 8:1- 3,7; lKor. 16:2). Tidak ada ayat signifikan dalam PB mengenai
perpuluhan. Kalaupun Yesus atau penulis surat Ibrani menyinggung soal
perpuluhan, menurutnya itu hanyalah sekadar menyatakan referensi sejarah yang
diberikan pada Israel di masa PL, tetapi hal itu tidak pernah menunjukkan
perpuluhan menjadi aturan hidup bagi gereja. Jadi, di masa kini jemaat tidak
perlu memberi perpuluhan, cukup memberi sesuai kerelaan hati dan kemauannya
sendiri menurut berkat yang Tuhan beri padanya.
Kedua, perpuluhan tergantung pada keimamatan Lewi dalam aplikasinya.
Setelah keimamatan Kristus menggantikan keimamatan Lewi, hal itu juga
meniadakan sistem lama di mana perpuluhan termasuk di dalamnya. " With the
sealing of the New Testament at Christ's death, the tithe passed with the
system of which it was a part.,y4Q
Ketiga, Yesus tidak melakukan perpuluhan, demikian pula pengikut-
pcngikut-Nya. " One can assume, therefore, that the absence of tithing
from Jesus specific teachings gives mute testimony that its validity ceased with
the end of the Old Testament.'MI
Keempat, perpuluhan melayani materialisme. Bila seseorang sebenarnya
mampu memberi lebih dari 10%, namun hanya memberi 10% saja sesuai ketentuan
perpuluhan dan kemudian memakai selebihnya untuk hal-hal yang tidak rohani,
maka itu berarti ia sudah teijebak dalam hal melayani materialisme.
"Proportionate giving relieves the donor of any pressure to give more,
thus freeing the greater part for himself. With his gift paid out, he can sit
back, relax and not feel guilty about how he spends the other
90percent."
Kelima, perpuluhan memproklamirkan ketidakikutsertaan. Setelah
memberikan jumlah yang proporsional untuk membiayai "aksi,"
(maksudnya di sini pelayanan), si pemberi dapat tinggal duduk saja dan
menyaksikan hasilnya dari kejauhan. Ia tidak perlu merasa harus terlibat secara
pribadi dan dapat tetap memilih berdiri dengan anonim.
Keenam, perpuluhan merupakan tipuan untuk menghasilkan uang. Argumen
ini merupakan alasan yang paling sering dikedepankan oleh pihak-pihak yang
menolak perpuluhan. Getz, misalnya, menolak bila perpuluhan dijadikan doktrin
oleh orang-orang yang menganut paham teologi kemakmuran, yang mengklaim dengan
memberikan perpuluhan secara teratur akan membuat umat Tuhan diberkati berlipat
kali ganda. Menurutnya, pandangan semacam ini akan menghasilkan kelompok
kapitalis dan hal ini gagal ditengarai oleh para guru Alkitab, atau kemungkinan
dapat saja mereka menggunakan cara ini sebagai cara gampang untuk menghasilkan
uang. Seorang teolog Indonesia, Herlianto, menyoroti hal ini dengan
mengatakan: Menyedihkan sekali bahwa belakangan ini ayat Maleakhi 3:6-10 (dengan
penafsiran harfiah) banyak disalahgunakan oleh penginjil- penginjil tertentu!
Banyak penginjil-penginjil memanipulasikan ayat itu untuk mengumpulkan dana
yang sering disalah-gunakan dengan motivasi untuk kepentingan diri sendiri,
antara lain dengan menanamkan rasa takut dikalangan jemaat dengan kotbah yang
menyebutkan bahwa bila kita tidak melakukan perpuluhan berarti kita
"menipu" dan akan "dikutuk" Tuhan, tetapi kita perlu
berhati-hati terhadap penginjil-penginjil yang "menipu" kita dengan
kotbah perpuluhansemacam itu!
Daripada mengajarkan suatu praktik yang membantu dalam mengarahkan pada
pelayanan yang baik, banyak gereja dan organisasi secara licik menempatkan pola
giving sebagai tipuan untuk membuat departemen pelayanan mereka lebih efektif.
Mereka bahkan menggunakan "rasa bersalah" jemaat untuk memotivasi
mereka, sehingga mereka dapat menghasilkan keuangan dalam jumlah besar. Penyalahgunaan
konsep perpuluhan ini membuat metode ini menjadi sesuatu yang dikecam.
Ketujuh, perpuluhan bukanlah bentuk pemberian secara proposional.
"Memberi sesuai dengan perpuluhan merupakan halangan bagi pemberian sesuai
anugerah yang digambarkan dalam Perjanjian Bam," demikian Keathley
berargumen. Banyak orang yang sebenarnya bisa memberi lebih dari hanya
sekadar 10%, tetapi tidak merasa demikian karena sudah memberi sepersepuluh
dari berkatnya menurut aturan perpuluhan. Namun ada juga orang yang merasa memberi
sepersepuluh dari berkatnya menjadi suatu beban yang cukup berat karena keadaan
ekonominya yang lemah atau "pas-pasan."
Howard Dayton, seorang pegawai Kcpala Eksekutif Crown Financial
Ministries, berpendapat adalah strategi yang salah bagi gereja menetapkan perpuluhan
sebab, "by focusing solely on how members should handle 10 percent of
their money from God's perspective, church leaders neglect the other 90 percent
and leave people unprepared for comprehensive stewardship"4? Akibatnya,
tidak hcran bila pemberian jemaat untuk pelayanan tetap lebih kecil daripada
yang dibelanjakan untuk hal-hal duniawi, karena merasa sudah memberi
sepersepuluh, ada kecenderungan untuk menghabiskan yang 90% lagi untuk
kesenangan diri sendiri.
Kedelapan, perpuluhan bukanlah syarat keselamatan. Argumen yang
menyatakan bahwa perpuluhan merupakan syarat keselamatan hal adalah argumen
yang terlalu jauh sehingga jika seseorang tidak memberi perpuluhan maka ia
bukanlah seorang Kristen sejati dan tidak akan selamat.
Maleakhi 3:6-10 merupakan ayat yang paling sering digunakan untuk
menakut-nakuti jemaat Tuhan agar memberi perpuluhan bila tidak ingin
"dikutuk." Akibatnya, perpuluhan menjadi sesuatu kewajiban belaka dan
bila sudah begitu berarti orang tersebut hidup di bawah hukum, padahal Galatia
5:4 menjelaskan bahwa jika kita mengharapkan kebenaran oleh karena melakukan
hukum maka kita ada di luar kasih karunia Allah.
RELEVANSI PERPULUHAN DI MASA KINI
Bagi mereka yang setuju terhadap perpuluhan, ada beberapa argumen yang
dikemukakan untuk menyatakan bahwa perpuluhan masih berlaku hingga kini, yaitu:
Pertama, perpuluhan sebagaipenuntun praktis/berguna untuk konsep pemberian yang
sistematis scsuai 2 Korintus 9:5, 7. "A practical plan for giving,
however, enable us to circumvent the emotions and circumstances that would
hinder us from being faithful stewards Bila kita tidak memiliki standar yang
paten berapa yang harus kita beri, maka kita cenderung akan memberi dengan
sekehendak hati yang tergantung pada suasana hati. Persoalan timbul ketika hati
kita sedang tidak ingin memberi, apakah itu berarti kita tidak dipersalahkan
bila memutuskan untuk tidak memberi? Bagaimanapun prinsip-prinsip pengaturan
diperlukan agar kita dapat mendisiplinkan diri kita. Memberi minimal 10% dari
berkat kita dapat menjadi standar agar kita dapat memberi secara sistematis.
Kedua, perpuluhan memberi kelepasan spiritual, yakni dengan melepaskan
kita dari tirani materialistis. Dengan memberi secara teratur sepersepuluh dari
berkat yang kita peroleh, dapat menghindarkan kita dari godaan untuk menjadi
materialistis. Bagaimanapun keinginan untuk memiliki segala sesuatu ada di
dalam diri tiap-tiap orang, yang siap membelenggu kita setiap saat.
Ketiga, perpuluhan mengakui Tuhan sebagai sumber dan pemilik segala
harta yang dimiliki. Sesungguhnya semua yang kita miliki berasal semata-mata
dari Tuhan, namun Ia memberikan dengan murah hati kepada kita. Oleh sebab itu,
sebenarnya bukanlah hal yang berat untuk mengembalikan sepersepuluh dari
pemberian itu kepada pemiliknya yang sah.
Keempat, perpuluhan adalah tindakan sukarela dari penyembahan.
Perpuluhan merupakan bagian dari penyembahan sebab perpuluhan merupakan bagian
dari korban yang kita persembahkan pada Tuhan. Dengan memberikan perpuluhan,
jemaat menyatakan rasa syukurnya atas segala berkat yang Tuhan berikan.
Kelima, perpuluhan mengajar kita untuk mengutamakan Tuhan. Maksudnya,
saat kita pertama kali menerima berkat dari Tuhan, maka terlebih dahulu kita
menyisihkan sepersepuluh dari berkat tersebut untuk dijadikan persembahan
perpuluhan, sebelum mulai memakainya untuk mencukupi kebutuhan kita. Jadi,
perpuluhan diambil dari penerimaan awal kita, bukan dari penerimaan yang sudah
terlebih dahulu dipotong- potong untuk berbagai keperluan.
KESIMPULAN
Setelah mempelajari seluk-beluk dari perpuluhan, mulai pada zaman PL
sampai pada masa PB serta berbagai pendapat yang pro dan kontra terhadapnya,
penulis berpendapat bahwa:
Pertama, sesungguhnya perpuluhan sudah dimulai dari Abraham yang
kemudian menjadi bagian ketetapan Tuhan yang dilegalkan dalam hukum Taurat.
Jadi, perpuluhan memang merupakan bagian dari hukum Taurat dan bila ada pihak
yang menolak perpuluhan karena alasan tersebut, tidaklah sepenuhnya salah. Pada
kenyataannya kita sekarang ada di bawah anugerah Kristus dan hidup dipimpin
oleh Roh. Yesus telah menggenapi hukum Taurat dengan kematian-Nya di kayu salib
sehingga bila kita mempraktikkan hukum Taurat dengan rasa kewajiban dan
keterpaksaan oleh karena hukum atau dengan menganggapnya kita dapat beroleh
keselamatan maka kita bersalah di hadapan Tuhan karena mengabaikan makna
penebusan Kristus. Namun, bila kita melakukannya dengan didasari kasih dan rasa
syukur kita kepada-Nya, dengan rela dan tidak bersungut-sungut sesuai 2
Korintus 9:6-8; 5:14, maka hal itu dibenarkan. Walaupun penulis menyetujui
perpuluhan merupakan bagian dari hukum Taurat yang sudah digenapi oleh Yesus
Kristus, tetapi penulis tidak menentang pelaksanaan perpuluhan. PB memang tidak
membahas secara spesifik dan khusus mengenai perpuluhan, namun juga tidak ada
ayat yang jelas-jelas mengatakan perpuluhan sudah tidak berlaku lagi. Yesus dan
penulis surat Ibrani beberapa kali menyinggung perpuluhan sebagai suatu praktik
yang sah. Tidak ada alasan untuk menganggap perpuluhan harus ditiadakan di
zaman Perjanjian Baru dan di masa kini. Lagipula meski hukum Taurat telah
digenapi oleh kematian Yesus, namun bukan berarti ditiadakan. Hukum tersebut
disempumakan oleh Yesus dengan kasih-Nya sehingga bila sebelumnya kita
melakukan ketetapan Allah karena takut akan hukuman, maka sekarang kita
melakukannya karena kasih.
Kedua, bagaimanapun tetap diperlukan suatu sistem keuangan yang
sistematis dan sehat sebagai sumber penghidupan hamba-hamba Tuhan dalam
melaksanakan tugas pelayanan mereka di dalam Tuhan. Untuk memenuhi hal ini,
dibutuhkan peran serta seluruh umat Tuhan tanpa terkecuali. Tuhan sudah
memberikan berkat bagi umat-Nya sehingga tidak berlebihan jika umat Tuhan juga
perlu ambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, baik lewat berkat yang
Tuhan beri maupun lewat kehidupannya.
Agar umat Tuhan dapat memberi dengan sistematis, perpuluhan merupakan
standar minimal. Maksudnya, pemberian kita tidak dibatasi oleh perpuluhan
tersebut, tetapi perpuluhan sebagai langkah awal sehingga kita dapat memberi
melampaui perpuluhan jikalau memang kita mampu untuk itu. Gereja mula-mula
dalam PB telah memberikan contoh pada kita bagaimana mereka bukan hanya memberi
sepersepuluh dari harta mereka, melainkan setengah bahkan semua yang mereka
punya. Dalam konteks gereja mula-mula dan ajaran rasul-rasul, perpuluhan memang
tidak ditekankan lagi namun konsep tersebut tidak hilang, tetapi kemudian
dikembangkan menjadi konsep giving (memberi) yang lebih luas bahkan melampaui
konsep perpuluhan. Kendall yang bersikap pro terhadap perpuluhan menyuarakan
pendapatnya sebagai berikut: "we should not end with the tithe but should
give beyond the tithe."5[ Bagaimanapun juga perpuluhan adalah awal yang
merupakan ketentuan dasar minimal bagi orang percaya. Kita tidak boleh terpaku
hanya pada jumlah sepersepuluh dari berkat yang kita dapat. Kalau Tuhan sudah
mempercayakan banyak sehingga kita mampu memberi lebih dari itu, sudah
sepatutnyalah kita memberi lebih dari perpuluhan.
Merupakan hal yang salah bila seseorang menganggap dengan konsep
memberi (giving) ia dapat memberi sekehendak hatinya sendiri. Kita memang tidak
lagi di bawah hukum atau keterpaksaan, namun kita hidup di bawah anugerah
Tuhan. Kita dibenarkan bukan karena perbuatan kita, melainkan karena anugerah
semata (Ef. 2:8, 9). Akan tetapi, kita tetap memiliki tanggung jawab untuk
hidup dalam kebebasan kita dengan bertanggung jawab dan tetap memiliki
kedisiplinan diri yang didasari kasih kita dan iman pada Tuhan. Minimal kita
memberi sepersepuluh dari berkat yang kita dapat dari Tuhan dengan teratur
karena kita mengasihi Tuhan dan mewujudkannya dengan ikut ambil bagian dalam
mendukung pelayanan Tuhan.
Pada dasarnya konsep memberi dalam PB merupakan konsep yang dikembangkan
dari konsep perpuluhan dalam PL, yaitu dilaksanakan untuk mendukung pelayanan
dan memperhatikan mereka yang berkekurangan (seperti: janda, anak yatim, orang
asing yang ada di tengah-tengah bangsa Israel). Gereja mula-mula juga
mengembangkan konsep memberi atas dasar tujuan yang sama.
Cunningham
mengatakan:n The New Testament indicates that one major purpose of giving is to
alleviate different forms of human need and problems. This dimension is so
important that Jesus teaches that when we give to people in need, we give
directly to the Lxyrd Himself (see Matt. 25:31- 46)/2
Dengan dasar ini ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
konsep memberi ini, yaitu:
Sebagai respons atas
rahmat Tuhan (2Kor. 8:7), sehingga kita memberi karena kasih
Sebagai respons terhadap
teladan Kristus yang memberi diri-Nya pada kita (2Kor. 8:9), sehingga kita
memberi karena Yesus telah terlebih dahulu memberi pada kita
Sebagai respons terhadap
kebutuhan manusia (Luk. 10:29-37; 2Kor. 8:14) dan prinsip saling memperhatikan
agar tidak ada yang berkekurangan di antara umat Tuhan
Sebagai ekspresi bersyukur
pada Tuhan (Im. 7:12-13) atas segala berkat dan kebaikan Tuhan
Sebagai bentuk persembahan
pada Tuhan (Flp. 4:18) di mana memberi kepada pelayan Tuhan adalah sama dengan
memberi kepada Tuhan
Sebagai jalan/cara
simbolisasi komitmen seseorang dari semua kepemilikannya untuk melayani Tuhan
dan manusia (lKor. 6:20), sebab sesungguhnya Tuhan telah menebus kita sehingga
kita wajib memuliakan-Nya dalam segala sesuatu dalam hidup kita
Sebagai bukti konkret dari
kasih (2Kor. 8:8, 24) bahwa seseorang yang memilik kasih pastilah tidak berat
tangannya untuk memberi.
Jadi konsep memberi ini bukan meniadakan konsep perpuluhan, melainkan
menyempurnakannya. Dengan konsep ini bukan berarti kita bebas dari kewajiban
memberi perpuluhan, melainkan kita kita menjadikan perpuluhan sebagai starting
point (prinsip awal) sehingga kita tidak terpaku pada hanya memberi
sepersepuluh saja, namun memberi lebih banyak lagi karena kita mengasihi Tuhan.
PENUTUP
Perpuluhan adalah ketentuan yang berasal dari Allah, yang mengingatkan
kita bahwa Ialah yang empunya segala berkat. Di masa kini, kita memberi karena
kita mengasihi Tuhan bukan karena kita takut akan hukuman atau karena mengharap
imbalan dan juga bukan karena dengan pemberian itu kita berharap dapat
diselamatkan olehnya. Jikalau kita memang menyadari kita hidup di bawah
anugerah kasih Tuhan, maka tidak ada jumlah yang terlalu berat untuk
dikorbankan karena kita mengasihi Tuhan, sama seperti janda yang
mempersembahkan dua peser duit dalam Lukas 21:1-4 yang dipuji oleh Yesus karena
ia mempersembahkan segala pendapatannya tanpa paksaan; demikian pula Paulus
memuji jemaat Makedonia yang memberi melampaui batas kemampuannya mereka (2Kor.
8:1-15). Seharusnyalah kita memberi dengan sukarela tanpa terhalang oleh
kekhawatiran, keterpaksaan, ujian ataunpun tantangan seberat apapun juga. Dengan
memberi, kita memuliakan Allah kita yang sudah terlebih dahulu memberi pada kita.
DAFTAR PUSTAKA
"Are You Giving to God with a
Cheerful Heart or Tithing by Law to Benefit Yourself?"
http://www.Ietusrcason.org/Wf34.htm; diakses pada 26 April 2011.
2002).
Arthur L. Manning 3rd,
"Tithing-forToday?" http://pages.sbcglobal.net/clocks/ tithe.htm;
diakses pada 26 April 2011.
Bill Bright, As You Sow the Adventure of
Giving by Faith (San Bernardino: Here's Life, 1989.
Brandon Staggs, PowerBiblcCD3.7a(CD ROM;
Bronson: Online Publishing,
Dalam Richard B. Cunningham, Creative
Stewardship (Nashville: Abingdon, 1984)
Dalam Walker, "Tithing: What Should
the Church Teach its Members about Giving?"
Douglas W. Johnson, The Tithe, Challenge
or Legalism (Nashville: Abingdon, 1984.
Genc A. Getz, A Biblical Theology of
Material Possession (Chicago: Moody, 1990
Herlianto, "Perpuluhan ... ?
10%," Majalah Sahabat Awam9 (Januari 1989)
J. Hampton Keathley, III,
"Kejujuran Keuangan," http://www.bible.org/page. php?page_id=3690;
diakses pada 26 April 2011.
John R. Muther. "Money and the
Bible," Christian Histo/y Vl/2, 1987
Ken Walker, "Tithing: What Should
the Church Teach its Members About Giving?" http://www.bpncws.net/bpnews.
asp?ID = 16275; diakses pada 26 April 2011
Neither Poverty nor Riches. Grand
Rapids: Ecrdmans, 1999.
Tithing: A Call to Serious Biblical
Giving. Grand Rapid: Zondcrvan, 1983.
Tithing-Tod ay?"The Origin of
Tithing," http://www.letusreason.org/doct54.htm; diakses pada 26 April
2011.
Tithing-Today?" http://www.cogeternal.org/tcxtAB5tithingtcKlay.htm;
diakscs pada 26 April 2011.
Vischer, Tithing in the Early S. 30Juga
dicatat dalam Lukas 11:42.
YLSA, SABDA/OLBversi 7.03 1997-1999.
“Why Modern Churches are Carnal God's
Plan for a Scriptural New Testament Church,"
http://cnview.comychurches_today/chapter_6_truth_about_the_church.htm; diakses
pada 26 April 2011).
Lukas Vischer, Tithing in the Early
Church (Philadelphia: Fortress, 1966.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar