1. Roma 16:1-16, jika
kita baca sekilas terkesan sangat membosankan karena isinya melulu tentang
salam kepada seseorang. Tetapi kita renungkan ayat-ayat ini kita mendapat
hikmat, bahwa dalam hubungan antara teman atau antara manusia, jika nama
sesorang disebut, menunjukkan hubungan yang lebih intim, lebih dekat, dan yang
menerima salam merasakan ada sesuatu yang lain. Jadi bacaan tentang penyampaian
salam ini sebenarnya tidak membosankan. Paulus menunjukkan sesuatu yang khusus
yaitu dia menyebut nama orang yang dia beri salam satu per satu. Saat kita
bersalam-salaman, jika kita memanggil nama orang yang kita salami, akan ada
sesuatu yang luar biasa.
Paulus ingin menunjukkan kasih yang nyata, ada perhatian, ingatan yang
baik satu dengan yang lain, sehingga dia tidak bosan-bosannya menyebut nama orang
satu per satu. Kita suka menitipkan salam secara borongan, “salam buat semua”.
Teladan Paulus ini merupakan satu kekhususan, dari hal-hal yang kecil
kasih itu mengalir. Kasih tidak selalu harus mengalir dari “sungai yang besar”,
tetapi juga bisa dari “kali yang kecil”. Dari hal-hal kecil yang tidak pernah
kita pikirkan, bahkan hal-hal yang sering kita abaikan, kasih mengalir.
2. Ada 24 orang yang
dikirimi salam. Dari 24 nama ini, ada yang budak, ada orang Yahudi, ada orang
Romawi, sebagian besar Yahudi. Yang mendapat penghargaan ada 11 nama. Ini
mengingatkan jika kita bertemu dengan Yesus nanti, saat nama kita tercatat di
kitab kehidupan dan saat dibacakan apakah kita akan dapat pujian dari Tuhan?
Ada nama 7 perempuan yang menggambarkan bahwa peranan perempuan penting
dan mereka ambil bagian dalam pelayanan. Roma 16:12, Trifena dan Trifosa, dua
saudara, arti nama mereka adalah perempuan yang halus. Tetapi mereka bekerja
membanting tulang dalam pelayanan mereka. Roma 16:5, Epenetus, buah pertama dari
pelayanan Paulus di Asia. Makna yang paling dalam dari bacaan hari ini adalah
rekonsiliasi, secara vertikal dan horizontal. Ada rekonsiliasi antara budak dan
tuannya. Dalam Kristus ada pendamaian, antara kita dengan Allah dan antara kita
dengan sesama, sehingga tidak ada perbedaan antara budak dan tuan, Yahudi dan
non Yahudi, laki-laki dan perempuan.
3. Roma 16:1-16,
merubah hati. Jika kita melayani di suatu tempat atau saat kita sharing
seringkali kita mengharapkan rasa terima kasih dari jemaat. Tetapi Paulus
melayani begitu banyak, tetapi pada akhirnya dia yang mengucapkan terima kasih.
Dia tidak pernah mengharapkan terima kasih dari orang lain, tetapi dia bisa
mengingat nama orang lain satu per satu, dan berterimakasih pada mereka.
Berterimakasihlah pada mereka yang memberi kesempatan pada kita untuk melayani.
4. Jemaat Kristus
terbagi dalam 2 kelompok:
a. Orang-orang yang
diberi salam.
b. Jemaat yang
menimbulkan perpecahan – Roma 16:17.
Salam pada setiap orang selalu disertai dengan penjelasan tentang orang
itu, yang merupakan satu identitas dan penghargaan bagi orang yang disebut.
Saat kita atau Paulus menyebut Allah, identitas Allah disebut. Roma 16:25,
setiap Paulus mengucapkan tentang Tuhan, dia beri identitas dan penghargaan
bagi Tuhan. Apa yang Paulus lakukan terhadap Tuhan, dia lakukan juga terhadap
manusia. Ini merupakan bentuk penghargaan yang jarang muncul di antara
kita. Kita cenderung melihat kekurangan
orang lain, hal-hal yang berbeda dengan diri kita. Tetapi Paulus selalu melihat
hal yang positif dalam diri orang lain dan menonjolkan hal tersebut. Ini sangat
membesarkan hati orang yang disebut. Sebaiknya ini juga kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Paulus ternyata lebih dulu melakukan dengan melihat sisi
positif orang lain.
Peranan wanita ternyata sangat penting, bahkan yang pertama kali
disebut adalah wanita. Orang banyak berhasil karena ada dukungan wanita yang
mau berkorban. Wanita di Indonesia sudah mulai diberdayakan peranananya dan
kita juga harus memulainya dalam pelayanan di tempat ini.
5. Roma 16:1-16, kita
harus belajar dari cara mereka berhubungan. Mereka berhubungan begitu erat,
satu sama lain saling memperhatikan. Hubungan kita hanya erat di pertemuan, di
luar ini tidak ada apa-apa. Jadi kita perlu meneladani hubungan mereka. Sejak
dulu ada pemanfaatan nama Tuhan, dan ini ditulis dalam perikop kedua. Saat ini
tidak jelas apakah kita melayani untuk diri kita sendiri atau Kristus. Hubungan
antara jemaat dari satu tempat dengan jemaat di tempat lain begitu indah.
Sekretaris Paulus juga punya hati dan keberanian untuk terlibat dan ikut
menitipkan salam, demikian juga teman-teman dekat Paulus. Ini membuat kita
harus bercermin, apakah kita dekat pada jemaat di dalam gereja sendiri dan
gereja lain. Teladan dalam Roma memperlihatkan satu kesatuan yang begitu indah
yang membuat pelayanan ini berhasil. Ada pengorbanan dan sikap saling membantu.
Mungkin kita membantu di gereja, acara seminar, kebangunan rohani, tetapi tidak
membantu sesama kita.
6. Roma 16:1-16, Paulus
tidak bosan-bosannya menyampaikan salam kepada setiap orang satu per satu. Di
sini terlihat bahwa Paulus mengasihi orang lain dan bagaimana Paulus
memperhatikan teman-teman sepelayanan, kasihnya tercermin kepada setiap orang,
satu per satu. Dia tidak hanya titip salam melalui seseorang jika orang itu
bertemu dengan mereka.
Hendaknya kita dengan kesungguhan dan perhatian kita juga saling
mengasihi dan saling melayani. Paulus mengutarakan kepada teman-teman sepelayanannya,
sehingga dapat meyalani satu dengan yang lain.
Paulus juga mengajar kita untuk saling mengampuni, terhadap orang yang
memiliki ajaran yang tidak sama kita, atau jika kita tidak setuju dengan
pendapat orang lain, kita harus dapat saling mengampuni. Mengasihi, melayani,
mengampuni adalah makna yang terkandung dalam salam Paulus.
Pembahasan
Kita semua sepakat pasal 16 berbicara tentang salam. Tema sentral yang
menjadi topik sharing adalah tentang salam.
Roma 16:1-16, Paulus bicara mengenai salam kepada beberapa orang.
Ayat 21-24, salam dari beberapa orang kepada jemaat di Roma.
Ayat 25-27, salam dari Allah Tritunggal kepada manusia.
Ayat 17-20, ada penyimpangan dari tema sentral, Paulus memberi warning
supaya kita berhati-hati karena ada sekelompok orang yang mau membuat kita
hidup tidak dalam situasi bersalam-salaman, tetapi menjadi saling curiga, pecah
dan menjadi batu sandungan satu sama lain.
Tema perikop ini: Christian community (komunitas Kristen).
Ada berbagai macam komunitas di dunia ini, kita kelompokkan menjadi 2
kelompok besar: komunitas Kristen dan komunitas dunia.
Komunitas dunia: komunitas dalam pekerjaan, organisiasi sosial,
lingkungan RT/RW, keluarga, suku dsb. Jika kita bandingkan berbagai komunitas ini dengan komunitas Kristen,
maka timbul pertanyaan: Apa yang menjadi ciri khas dan keunikan komunitas
Kristen, yang membedakannya dengan komunitas lain?
Jika tidak ada yang membedakan, maka tidak ada sesuatu yang signifikan
dalam komunitas Kristen. Komunitas Kristen sangat berbeda dengan komunitas lain. Perbedaan
paling mencolok adalah dasar yang membangun komunitas tsb.
Dasar yang membangun komunitas dunia adalah tujuan untuk saling
menguntungkan (mutual relationship). Saat kita masuk dalam suatu komunitas, kita akan bertanya “benefit apa
yang saya peroleh”. Kita tidak akan masuk dalam satu komunitas dan membuang
waktu jika tidak mendapat benefit. Dalam komunitas RT/RW sekalipun, minimal
kita bisa saling mengenal orang lain, membina relasi yang akhirnya untuk tujuan
saling menguntungkan.
Dalam komunitas dunia, kita harus saling menguntungkan satu sama lain.
Dalam proses untuk saling menguntungkan, ketika kita datang dalam komunitas
itu, kita mulai memperhatikan, mengawasi dan bahkan mencurigai satu sama lain.
Kita tidak masuk komunitas tersebut dengan langsung percaya atau menerima,
langsung menjadi baik, menyambut orang dengan baik, percaya dengan orang itu
dan punya hubungan yang baik dan indah dengan orang lain. Jika kita baru masuk,
kita adalah orang asing, sehingga ada sikap saling mengawasi, saling
memperhatikan gerak gerik orang lain.
Ketika Paulus bicara tentang salam, dan kita kaitkan dengan istilah
komunitas, kita mendapati adanya komunitas yang indah. Salam-salam ini Paulus
sebagian besar ditujukan pada orang-orang di kota Roma, 1-16, tetapi
orang-orang ini tidak semuanya adalah jemaat di kota Roma. Ayat 1-2, Febe,
melayani jemaat di Kenkrea, Kenkrea bukan di Roma, tetapi bagian dari Korintus.
Kemungkinan besar Febe ini adalah orang yang sebenarnya wanita pebisnis yang
berkeliling dalam perjalanan bisnisnya, dekat dengan Paulus dan mendukung
pelayanan Paulus.
Priska dan Akwila juga bukan jemaat Roma, mereka adalah orang yang
asing satu sama lain. Ketika Paulus memberikan salam-salam ini, Paulus mencoba mengajak
jemaat Roma, untuk membentuk Christian community, Roma 16:16, satu kata yang
menjadi ciri khas orang Kristen: bersalam-salamlah kamu dengan ciuman kudus.
Pada saat itu orang saling bersalam-salaman dengan memberikan ciuman. Ini
merupakan bentuk salam dalam kultur saat itu.
Saat ini bentuk salam-salaman dalam wujud jabat tangan. Ketika Paulus
berbicara tentang salam, Paulus menggunakan istilah: bersambutlah,
bersalam-salamlah kamu dengan ciuman kudus. Ciuman kudus yang dimaksud di sini
merupakan interpretasi Paulus yang bersifat di luar atau melewati hal-hal yang
bersifat fisik.
Ada 2 hal yang kita harus mengerti tentang ciuman kudus:
1. Roma 16:1-2, Menaruh perhatian, menyambut dan menerima.
2. Roma 16:2b. Saling menerima dan mendukung karena orang itu adalah
orang yang betul-betul cinta Tuhan.
Menaruh perhatian, menyambut dan menerima. Dalam menaruh perhatian,
menyambut dan menerima orang lain, ada batas-batas atau berbagai macam lapisan
yang tanpa disadari mempengaruhi kita saat menerima orang lain. Biasanya kita
menerima orang lain ada kategori-kategori tertentu yang menentukan, misalnya
suku. Ketika kita menerima orang yang kulitnya berbeda, belum tentu kita bisa
se-welcome jika kita menerima orang yang satu suku. Kategori lain: relasi
keluarga. Prioritas utama pasti keluarga, jika dibanding dengan orang luar.
Selain itu ada kateogori suku, kategori level strata kehidupan dalam
masyarakat: kehidupan perekonomian yang baik, kurang baik atau orang dari
kelompok buruh. Tanpa sadar, ketika kita menerima dan menyambut seseorang kita
melihat latar belakang orang tsb. Bahkan seringkali kita menilai secara kasat
mata melalui penampilan seseorang dan langsung men-judge orang tersebut dari
penampilannya. Fenomena luar ini langsung menjadi kategori kita dalam menerima
orang lain. Selain itu ada batasan jenis kelamin. Jaman dulu, penerimaan antara
wanita dan pria berbeda. Kita akan menyambut orang dengan cara yang berbeda
yang dipengaruhi oleh batasan dan kategori-kategori tertentu.
Paulus berkata, ketika kita bersalam-salaman dengan ciuman kudus,
kategorinya adalah: menyambut dia dalam Tuhan sebagaimana seharusnya bagi
orang-orang kudus. Jika orang-orang itu adalah orang yang hidup dalam Tuhan,
orang-orang kudus, dari kondisi sosial,
ekonomi, budaya atau suku apapun, siapaun dia, dia adalah saudara seiman
kita, kita harus menerimanya, menyambutnya dengan hangat, buka tangan
lebar-lebar, jangan dengan perasaan curiga atau cemas, tetapi dengan
kesungguhan hati.
Fondasi penerimaan adalah karena Allah. Ketika Allah menyambut kita,
kita bukan siapa-siapa. Tuhan tidak melihat latar belakang pendidikan ataupun
level sosial ekonomi kita. Karena Allah demikian maka kita juga harus seperti
Tuhan dalam menerima dan menyambut orang lain. Sebagai orang Kristen, tanpa
sadar, kita masih dibatasi kategori-kategori tertentu dalam menyambut dan
menerima orang lain.
Konteks waktu itu dalam hal menerima dan menyambut orang lain, artinya,
siapkan tempat di rumahmu untuk dia menumpang, makanan dan semua fasilitas
lainnya untuk menampung dia, bukan hanya sekedar salam-salaman, tetapi membantu
memenuhi kebutuhan dia, menolong dia. Orang Kristen memang harus punya spirit
untuk menerima, tetapi harus bijaksana juga dalam menerima orang lain. Ada satu
kasus di seorang jemaat membantu seseorang di gerejanya yang menyatakan bahwa
dia sudah percaya Tuhan dan hidupnya begini dan begitu. Orang itu diberi
pekerjaan, tetapi akhirnya malah menipu orang yang menolongnya.
Tetapi jangan dengan kasus seperti ini, kita menjadi kapok dan kemudian
menarik satu batas dalam hal mempercayai orang lain. Dalam kasus negatif,
seringkali kita menutup hati, tidak mau menerima orang lain. Jika kita tidak
menerima orang lain, kita yang akan jatuh dalam dosa kita sendiri. Contoh:
komentar dosen saya, pendeta Yung Tik Yuk tentang pengamen di Jakarta. Pengamen
di Jakarta sudah menjadi pengamen yang terorganisir, yang membuat kita akhirnya
tidak memiliki sense of mercy, perasaan belas kasihan pada mereka, sehingga
setiap kita bertemu pengamen, kita tidak mau memberi. Beliau berkata, “Saya
tahu mereka punya kelompoknya sendiri, tetapi jika karena itu saya tidak
mendukung dia, saya tidak benar. Saya harus tetapi memelihara hati saya, tetap
mendukung dia dengan memberi uang. Jika dia salah dalam menggunakan uang itu,
dia yang bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Tetapi jika saya takut salah sehingga saya tidak berbuat
baik, saya yang bertanggung jawab pada Tuhan.”
Karena kondisi sekitar, kita sering menjadi pasif. Pasif bukan sifat
Christian community. Jangan karena pengaruh-pengaruh negatif, atau karena
kategori-kategori tertentu membuat kita tidak mau terima dan menyambut orang
lain. Kita ada dalam satu Tuhan, saudara seiman.
Roma 16:2b. Kita harus saling menerima dan mendukung Karena orang itu
adalah orang yang betul-betul cinta Tuhan. Contohnya Febe, hatinya untuk Tuhan,
sehingga membantu banyak orang dan membantu Paulus.
Roma 16:3-15, orang-orang yang diberi salam dan disebutkan namanya,
selalu disertai dengan komentar dari Paulus. Paulus memberi penekanan bahwa
orang itu telah bekerja giat, di rumahnya ada persekutuan rumah tangga, cinta
Tuhan dsb, yang berkaitan tentang pelayanan.
Roma 16:17, kita harus hati-hati pada orang-orang yang menyebut diri
mereka sebagai guru-guru yang mengajar dengan kebenaran, menyampaikan Firman
Tuhan, tetapi ternyata mereka adalah orang-orang yang tidak benar di hadapan
Tuhan.
Orang-orang ini adalah orang yang mempunyai status kehidupan
kekristenan sebagai hamba Tuhan, bukan kaum awam.
Orang-orang yang disebut dalam Roma 16: 1-16, kaum awam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar