Orang Kristen Boleh Bercerai ?
(Sebuah refleksi singkat Pelayanan Pastoral)
oleh: Yulius Aleng
Percakapan tentang perceraian
dikalangan Kristen menjadi sangat marak belakangan ini, tatkala media TV, koran
dan terlebih medsos menyorot secara tajam seorang Ahok menggugat cerai istrinya
Veronika. (https://goo.gl/3k9Nkd. ;https://goo.gl/GLSYr3. ; https://goo.gl/NS7XSB
).
Viralnya gugatan cerai tersebut tidak lepas dari posisi Ahok adalah seorang publik figur, politisi, birokrat, sekaligus salah satu negarawan dan juga taat pada iman kristen yang dijalaninya.
Lepas dari kontroversialnya pemberitaan gugatan perceraian dan beragam isu tentang alasannya, di kalangan komunitas jemaat Gereja Lokal bermunculan pula wacana maupun perdebatan tentang boleh tidaknya perceraian bagi orang Kristen yang telah menikah dalam sebuah upacara resmi pemberkatan nikah Gereja.
Untuk alasan memberikan jawaban atas persoalan perceraian
tersebut maka Saya akan memberikan pandangan Saya sebagai seorang jemaat Yesus
Kristus dan sekaligus Gembala Sidang, supaya jemaat dapat memperoleh pemahaman
yang layak dan memadai serta memahami posisi penggembalaan ini berdasarkan apa
yang diajarkan oleh Alkitab tentang boleh atau tidak orang Kristen bercerai.
Konteks perceraian dalam Teks Matius 5:31-32
Demikianlah pernyataan kalimatnya,
"Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi
surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang
menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah;
dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah."
Jika kita membaca sekilas ayat-ayat
tersebut, seperti memberikan ruang pada perceraian. Meskipun kata Yunani ἀπολύσῃ pada ayat 31 dan ἀπολύων (https://goo.gl/vHUWwD) di ayat 32 memiliki
arti membebaskan atau membebaskan seseorang dari suatu hal, juga perceraian,
tetapi dalam konteks ini Yesus sedang membicarakan tentang hukum Taurat (Matius
5:17) yang menjadi norma dan aturan hidup yang harus dijalankan oleh
orang-orang Yahudi secara ketat. Karena anak kalimat ayat 17 'melainkan untuk
menggenapinya (menggenapi hukum Taurat dan kitab para nabi),... memberikan
gambaran kepada kita bahwa ada yang masih kurang atau belum lengkap pada hukum
Taurat sehingga kedatangan Yesus ke dalam dunia adalah menyempurnakan apa yang
masih kurang tersebut. Pertanyaannya adalah Apa yang masih kurang atau belum
lengkap? Salah satu diantaranya adalah munculnya persoalan perceraian dalam
rumah tangga.
Jangan lupa, delik perceraian muncul
dalam Taurat Musa (Ulangan 24:1-5) yang menjadi dasar tata laksana kehidupan
bangsa Israel ketika mereka telah keluar dari tanah perbudakan di Mesir dan
hendak menuju tanah perjanjian yaitu Kanaan. Tampaknya sampai dipembahasan ini
perceraian bukan penanda sesuatu yang LEBIH tetapi justru sebaliknya, yaitu
KURANG.
Lantas pertanyaan selanjutnya adalah apa
yang hendak disempurnakan atau dijadikan yang TERBAIK oleh Yesus Kristus? Jika
kita membaca Matius 19:1-12, pada ayat 8, "Kata Yesus kepada mereka:
"Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu,
tetapi sejak semula tidaklah demikian."
Frasa 'sejak semula' perkataan Yunaninya
adalah
αρχης yang berarti permulaan, asli. Dalam hal ini kata tersebut dapat
dipahami sebagai titik awal, sesuatu yang ada paling pertama dan paling tinggi,
permulaan segala sesuatu (bdk. Markus 10:1-12). Artinya, Yesus menunjukkan
kepada kita bahwa sebelum hukum Taurat Musa ada, sudah ada ketetapan yang
dibuat terkait dengan ikatan hubungan seorang laki-laki dan perempuan yang kita
sebut dengan perkawinan. Jawab Yesus ada di ayat sebelumnya di Matius 19:1-6
dikutip dari kitab Kejadian 2:24, "Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging." Bahwa satu laki-laki dan satu perempuan diikat
menjadi satu, satu yang utuh yang jika dipisah/dicerai-beraikan maka tidaklah
lengkap dan KURANG. Dan tujuan TUHAN pada ayat ini sangat jelas yaitu keutuhan,
kesatuan yang kokoh diantara satu laki-laki (suami) dan satu perempuan (istri)
dalam rumah tangganya.
Apakah karena hukum Taurat Musa memberi
ruang untuk perceraian lantas kita beranggapan bahwa Musa menyetujui
perceraian? Tentu tidak! Yesus menegaskan kepada mereka yang menguji-NYA bahwa
Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai kepada istri atau suami yang
diceraikan, telah terjadi karena ketegaran hati atau the hardness of your heart
(KJV).
Kata ketegaran hati atau keras hati
berasal dari perkataan Yunani σκληροκαρδίαν. Terbentuk dari 2 kata
σκλερος artinya keras karena kering dan
καρδια artinya hati (https://goo.gl/8kVtXG).
Keras hati karena memilih bercerai atau perceraian sebagai jalan untuk
menyelesaikan masalah suami istri dan keras hati karena mengulangi secara
terus-menerus perbuatan perzinahan. Meskipun seolah- olah sangat masuk akal
untuk memisahkan/menceraikan pasangan karena disebabkan oleh tindakan kedua,
namun praktek keduanya dari sejak semula bukanlah TUJUAN TUHAN dalam mencipta
laki-laki, perempuan dan membentuk rumah tangga dalam lembaga perkawinan yang
ditetapkan TUHAN sebagai KUDUS hakekatnya.
Perceraian "Seolah-olah"
diperbolehkan karena alasan Zinah.
Frasa "Setiap orang yang
menceraikan isterinya kecuali karena zinah" dalam Injil Lukas 5:32 (baca:
Matius 19:9; bdk. Markus 10:11-12; Lukas 16:18) tampaknya telah mendorong para
pembaca modern yaitu orang-orang Kristen yang hidup diabad ini untuk memaknai
ayat tersebut seakan Alkitab memberikan
kesempatan perceraian jika salah satu di antara pasangan suami istri melakukan
tindakan perzinahan. Tetapi, apakah semudah dan sesederhana itu pertimbangan
atas keputusan memilih perceraian sebagai jalan untuk memcahkan persoalan dalam
rumah tangga?
Jika mengamati Matius 5:32 secara
mendalam maka pernyataan tersebut di atas menunjuk pada tindakan atau perbuatan
yang sedang dilakukan dan memiliki makna ada pengulangan dari perbuatan
tersebut secara sengaja. Pararel dengan apa yang diucapkan nabi Yesaya dan
Yeremia bahwa tindakan pengulangan seperti ini merujuk pada lenyapnya kesetiaan
dan ketaatan yang disejajarkan dengan murtad (Yesaya 50:1; Yeremia 3:8). Murtad
dalam bahasa yang kita pahami selalu memiliki konotasi meninggalkan iman atau
Tuhan yang disembah.
Naskah deutrokanonika yaitu Sirakh
menyebut satu-satunya alasan seorang suami memisahkan atau menceraikan istrinya
adalah hal-hal yang jahat yang dilakukannya. "Jangan membiarkan air meluap dan
jangan pula membiarkan istri yang jahat berleluasa. Jika ia tidak berjalan
menurut tuntunanmu, pisahkanlah ia dari tubuhmu" (Sirakh 25:25-26). Dari
beberapa keterangan di atas maka muncul pengertian bahwa benar perceraian telah
terjadi, dimana keputusannya dilandasi oleh tindakan perzinahan oleh salah satu
pihak (suami atau istri) dan dilakukan berulang-ulang atau leluasa dalam bahasa
Sirakh, dan juga menyebutnya sebagai perbuatan yang jahat. Selain pengulangan
terus-menerus, tidak menurut nasehat/tuntunan (pasangannya) menjadi dasar
selanjutnya.
Jawabannya adalah TIDAKBOLEH !!!!
Yesus menegaskan di Injil Matius 19:5-6: Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia." (Baca juga: Markus 10:1-12; Lukas 16:18; Maleskhi 2:15-16) Bahwa apa yang telah dipersatukan oleh Allah (perkawinan) tidak
boleh diceraikan oleh manusia. Jadi, perceraian itu murni adalah ulah dan
keputusan orang yang memilih hal itu sebagai pemecahan masalah dalam perkawinan
yang dijalaninya. Jika, perceraian bukan solusi atas permasalahan dalam
perkawinan, apakah ada cara menyelesaikannya yang sesuai ajaran Alkitab? Sudah
pasti ada.
Rasul Paulus merujuk pada perkataan
Yesus mengatakan bahwa perceraian tidak diperbolehkan. 1 Korintus 7:10-11:
"Kepada orang-orang yang telah kawin aku tidak, bukan aku, tetapi Tuhan
perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan
jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya.
Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya."
Walaupun konteks pembahasan Paulus di
pasal 7 esensinya adalah perkawinan, namun ia menyertakan persoalan perceraian
sebagai sub pembahasan tentang nasehat perkawinannya yang menjadi perhatian
utama dan sangat serius, mengingat jemaat berada di situasi dan lingkungan mereka
hidup secara bebas, bahkan melegalkan kumpul kebo, prostitusi dan zinah sebagai
hal yang biasa saja.
Keseriusan Paulus tampak pada
pernyataannya bahwa ajaran dan nasehatnya bahwa istri tidak boleh menceraikan
suami dan sebaliknya suami tidak boleh menceriakan istrinya adalah landasan
dalam sebuah perkawinan Kristiani, dimana ajarannya ini mengutip langsung pada
pernyataan Yesus.
SARAN PEMECAHAN MASALAH
a. Bagi mereka yang sudah menikah.
Jika ada pasangan Kristen yang sudah hidup dalam hubungan pernikahan, diberkati di dalam gereja, dicatat secara resmi pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil pemerintahan, namun sedang menghadapi persoalan yang rumit dan tajam dalam rumah tangga mereka maka beberapa saran penyelesaian masalah berdasarkan Alkitab sangat penting. Karena saya beranggapan bahwa sebelum berkas-berkas persyaratan GUGATAN CERAI dilayangkan ke pengadilan mungkin saran saran berikut ini akan menjadi alasan untuk mereka mengubah keputusan dari rencana perceraian menjadi KEHARMONISAN kembali.
1. Berikan PENILAIAN pada TANGGUNGJAWABmu, Baik sebagai Suami atau Istri.
Perhatikan nasehat Firman Tuhan berikut:
"Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepada isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk
kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai
suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya
dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia
menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut
atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian
juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang
mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang
membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti
Kristus terhadap jemaat,.." (Efesus 5:22-28).
Kasih yang total dari sang suami pada
istrinya dan penundukkan diri secara sukarela dari sang istri pada suami adalah
salah satu wujud tanggungjawab yang disaksikan oleh Alkitab pada kita, yang
melekat dan semestinya dipraktekkan dan mewarnai kehidupan rumah tangga
Kristen. Keputusan untuk mengambil dan menjalankan tanggungjawab demikianlah
yang hendaknya melandasi pikiran orang-orang Kristen dewasa untuk memasuki
ikatan perkawinan yang kudus.
Masalah dalam rumah tangga biasanya
muncul bukan karena alasan yang besar, namun oleh perkara-perkara sepele dipicu
oleh keengganan untuk mengulangi tanggungjawab masing-masing dalam membangun
rumah tangga. Bahkan saling melempar tanggungjawab, enyalahkan pasangan, menilai kekurangannya,
menyatakan tuduhan seringkali menjadi arena yang disengaja untuk membuktikan
diri benar, alih-alih mengkoreksi diri terkait pelaksanaan tanggungjawab yang
melekat pada status sebagai suami atau istri. Bukankah sikap semacam ini telah
digambarkan pada narasi ketika manusia jatuh ke dalam dosa? Ketika Tuhan
bertanya kepada Adam mengapa ia berbuat dosa, lalu kemudian ia menunjukkan
bahwa itu adalah kesalahan Hawa yang telah merayu dan mengajaknya memakan buah
pohon pengetahuan? Kemudian Hawa pun merasa itu bukan kesalahannya, melainkan
perbuatan si ular yang telah memperdayanya. Siapakah yang harus
bertanggungjawab?
Walaupun suami dan istri memiliki
tanggungjawab masing-masing yang melekat dalam fungsinya, tetapi menjalankan
rumah tangga adalah tanggungjawab bersama. Ketika rumah tangga harmonis,
bahagia, damai, berjalan sebagaimana seharusnya, mereka selalu merayakannya
bersama. Akan tetapi, menyalahkan, menuduh, kadang mengintimidasi menjadi
pilihan manakala masalah muncul, yang mungkin disebabkan oleh kelemahan,
kekurangan atau keterbatasan pasangannya. Bukankah hal demikian terlihat
ironis?
Belajar dan melatih diri sendiri, baik
pada posisi suami atau istri, bertanggungjawab untuk tidak hanya atas fungsi
masing-masing tadi, tetapi atas apa yang dilakukan pasangan adalah bentuk
komitmen yang kuat, baik dan bijak demi terpeliharanya keharmonisan serta
kebahagiaan dala m rumah tangga.
Saudara harus yakin bahwa dalam dirimu
telah Tuhan patenkan kemampuan hebat untuk mampu menjalankan tanggungjawab dan
memikul tanggungjawab rumah tanggamu.
2. Menasehati
Nasehat firman Tuhan demikian:
"Apabila saudaramu berbuat dosa,
tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah
mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau
dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu
tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya
kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia
sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai"
(Matius 18:15-17).
Nasehat itu sendiri hendaknya timbul
dari kasih yang mendasarinya. Walaupun nasehat firman Tuhan di atas dalam
konteks kehidupan berjemaat tetapi prinsipnya adalah sama bahwa ketika seorang
Saudara kedapatan melakukan pelanggaran atau prkatek dosa maka janganlah ia
dikucilkan, ditinggalkan, dimarahi melainkan diberikan nasehat. Nasehat bisa
berupa anjuran, petunjuk, peringatan yang didalamnya terkandung pelajaran yang
baik bagi orang tersebut. Oleh karena itu kasihlah yang menjadi motivasi
dibaliknya. Kasih memberi kekuatan untuk sang suami atau sang istri mampu
meluangkan waktu, perhatian, pengulangan dan mengucapkan kata-kata nasehat yang
akan menyadarkan pasangannya.
Dibutuhkan kesabaran untuk melihat
sebuah perubahan kecil pada pasangan, dari membuat kesalahan, pelanggaran atau
bahkan dosa ke kehidupan yang semakin baik, saleh dan benar. Akan tetapi
ingatlah, perubahan sekecil apapun yang Saudara lihat maka itu adalah
keajaiban. Tetaplah sabar dan bimbing dalam nasehat maka sebentar lagi akan
tampak keajaiban berikutnya. Jika Saudara belum melihat perubahan kecil yang
baik terjadi pada pasanganmu, lalu kemudian Saudara berhenti untuk memperjuangkannya
maka itu belum dapat disebut perjuangan. Karena perjuangan terkadang dibutuhkan
keringat tiada henti, babak belur bahkan berdarah-darah, jadi tetaplah sabar,
kalau seandainya kesabaranmu habis maka Tuhan Yesus adalah sumber kesabaran dan
kasih yang mampu menambahkannya padamu.
3. Doa dan Puasa
Sudahkah Saudara mencobanya? Ini bukan
jimat atau mantra tetapi nasehat firman Tuhan yang bertebaran di Alkitab dari
Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru yang mendorong setiap orang Kristen
untuk bertekun dalam doa dan puasa. Walaupun Saya menyadari banyak kita telah
mendengar dan memahaminya namun, tidak serta merta percaya apa yang mungkin
saja terjadi setelah Saudara berdoa dan berpuasa ketika sedang diperhadapkan
pada masalah-masala rumit dalam rumah tangga. Saya merasa jauh lebih baik
Saudara mencobanya dari pada tidak sama sekali.
Perhatikan nasehat Firman Tuhan berikut:
"Akhirnya, hendaklah kamu kuat di
dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan
senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena
perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan
pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu- penghulu
dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara."
Setiap keluarga Kristen mengalami dan
menjalani perjuangan hidup setiap hari. Dan tahukah Saudara musuh utama dan
terbesar kita bukan kekurangan, bukan uang, bukan ekonomi, bukan kesehatan,
bukan status sosial apapun melainkan Iblis. Bahkan Yesus Kristus mengajarkan
kalimat doa kepada murid-murid-NYA demikian...JANGANLAH MEMBAWA KAMI KE DALAM
PENCOBAAN, TETAPI LEPASKANKAH KAMI DARIPADA YANG JAHAT!!! Firman Tuhan juga mengingatkan
kita demikian, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan
keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat
ditelannya."
Apabila kita melihat kembali tentang
keluarga bahagia yang diberkati Tuhan pada narasi kitab Kejadian, Saudara
diperlihatkan bagaimana jahatnya Iblis dalam wujud ular yang datang menggoda,
mencobai manusia langsung pada jantung pertahanannya yaitu rumah tangga. Ketika salah satu pasangan
terggoda dan jatuh, itu sudah lebih dari cukup untuk merusak seluruh tatanan
keharmonisan dan kebahagiaan TUHAN bagi setiap keluarga.
KETIDAKHADIRAN pasangan. Ketidakhadiran
Adam (suami) dimanfaatkan oleh Iblis untuk memperdaya Hawa, dan bisa juga
terjadi sebaliknya. Ketidakhadiran disini bisa saja dimaknai
harafiah yaitu sang suami atau sang istri tinggal berjauhan untuk berbagi macam
alasan dan keperluan, tetapi diabad digital persoalan ketidakhadiran bisa jadi
semakin kompleks. "Dimanakah engkau?" Kejadian 3:9b adalah penggalan
kalimat yang sangat penting bagi kita untuk memahami kepedulian Tuhan pada
manusia dan rumah tangganya. Kalimat tersebut juga sekaligus peringatan tentang
bahaya ketika suami atau istri kehilangan atau tidak memiliki ruang, kesempatan
dan waktu lagi untuk mengungkapkan pergumulan- pergumulan yang dialami pada
pasangannya.
Ingatlah! Iblis selalu mencari celah, berkeliling mencari
kesempatan untuk merusak keluarga-keluarga Kristen, dari memisah sampai
menjauhkan mereka dari Tuhan. Kekuatan dan tipu dayanya tidak mungkin Saudara
sanggup lawan dengan perlengkapan fisik, sehebat apapun itu. Salah satu paket
senjata rohani yang Saudara harus terus pergunakan adalah berdoa dan berpuasa.
Dengan cara itu jugalah bentuk nasehat Yeus Kristus kepada murid-murid yang
terlelap tidur saat Yesus sedang berdoa dalam kekhusukkan.
Saudara membaca artikel singkat ini tidaklah kebetulan, selagi
masih ada waktu dan kesempatan, buatlah langkah untuk mengubah pikiran, rencana
dan keputusan yang akan diambil. Buatlah langkah iman karena langksh iman tidak
memerlukan bukti lebih dahulu untuk memulainya melainkan menyerahkan pada Tuhan
Yesus hasil akhirnya.
Referensi Artikel:
Alkitab Elektronik (Sabda) versi 4.5.0
Bible Commentary versi 1.0.1
Greek Interlinear New Testament versi 1.0.2
Hebrew Interlinear Old Testament versi 1.0.2
KBBI Elektronik
Koine Interlinear NT versi 1.4.3
Sumber-sumber Internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar