PENDAHULUAN
Oleh:Y. Aleng
Frasa “Tamu Tak Diundang” pada judul karya tulis
ini adalah penafsiran Saya pada narasi 2 Samuel 12, ketika Natan menyampaikan
teguran Tuhan pada Daud. Dan nabi Natan memberikan perumpamaan dan memakai kata
“mendapat tamu” dalam terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia Terjemahan Baru,
sedangkan oleh KJV memakai kata “a traveler,” yang merujuk pada nafsu atau hawa
nafsu yang memicu Daud melakukan dosa perzinahan atau hubungan sek dengan
wanita bukan istrinya.
Alkitab
mengajarkan kepada orang Kristen untuk memahami hidupnya sebagai orang-orang
yang kudus dan melandaskan seluruh sikap dan tingkah lakunya dalam kerangka
pengertian seperti itu.
Akar
kata benda Ibrani kekudusan קדש)) dan kata sifat kudus (קאדש) diartikan ‘dipisakan/set apart’ lawan katanya cemar, umum
(Imamat 10:10). Istilah ini dipergunakan untuk mengartikan sifat
dasar Pribadi atau aktifitas Allah yang
berbeda dari yang cemar atau umumnya, menandakan bahwa Allah wholly other, artinya
berbeda dan terpisah dari segala sesuatu yang diciptakan-Nya, dan berbeda dari
dewa-dewa dari khayalan manusia. Allah dalam Perjanjian Lama seringkali dikenal
sebagai Holy One (Mahakudus - ITB), (Ayub 6:10; Yesaya 40:25; 43:15; Hosea 11:9; Habakuk 1:12; 3:3; Yehezkiel 39:7 atau the Holy One of Israel
(2 Raja-raja 19:22; Yesaya 1:4; 43:3; Yeremia 50:29).[1]
Bahkan
Yesus menegaskan posisi tersebut dalam doa yang dipanjatkan-Nya, supaya hal tersebut terwujud atas kehidupan
murid-murid dan semua orang yang percaya kepada-Nya (Yohanes 17:17-19). Ananias
menyebut orang-orang percaya yang tinggal di Yerusalem dengan sebutan
orang-orang kudus milik Tuhan Yesus (Kisah Para Rasul 9:13; Kpr. 9:32, 41;
13:35; 26:10), Paulus dalam surat-suratnya juga
menyematkan identitas sebagai orang kudus kepada jemaat Tuhan (Roma 1:1,
7; 8:27; 12:1, 13; 15:25, 26, 31; Roma 16:2, 15; I Korintus 1:2; 6:1-2, 11;
7:15; 14:34; 16:1, 15; 2 Korintus 1:1; 8:4; 9:1, 12; 13:13; Efesus 1:1, 4, 15,
18; 2:19; 3:8, 18; 4:12; 5:3, 27; 6:18; Filipi 1:1; 4:21-22; Kolose 1:2, 4, 12,
22, 26; 3:12; 1 Tesalonika 3:13; 2 Tesalonika 1:10; Filemon 1:5, 7; Ibrani
2:11; 3:1; 6:10; 10:10, 14; 12:14; 13:24). Demikian halnya Petrus, Yudas dan
Yohanes (1 Petrus 1:2, 15; 2:5, 9; 3:5; Yudas 1:3, 14; Wahyu 5:8; 8:3, 4;
11:18; 13:7, 10; 14:12; 16:6; 17:6; 18:20, 24; 20:9).
Oleh
karena itu, pilihan dan praktek hidup
kudus hendaknya menjadi norma yang dijalankan setiap hari oleh orang percaya,
yang diwujudkan dalam perilaku kehidupan dimana dan kapanpun.
Praktek hidup
kudus yang dimaksud disini adalah cara hidup yang tidak mendatangkan dosa, dan
lebih khusus dosa sek diluar perkawinan atau perzinahan (Keluaran 20:14; Imamat
20:10; Ulangan 5:18; Yeremia 7:9; 29:23; Maleakhi 3:5). Karena perzinahan
muncul dari pikiran jahat (Matius 15:19), itu menentang perintah Allah (Markus
10:19; Lukas 18:20; Yohanes 8:3, 4; Roma 13:9), orang yang melakukannya tidak
mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (1 Korintus 6:9); dihakimi Allah (Ibrani
13:4).
Walaupun
demikian, kita mendapatkan cerita-cerita
yang benar, tentang ketidakmampuan orang-orang percaya dalam menaklukkan nafsu
atau Saya menyebutnya “Tamu Tak Diundang,” sehigga tidak sedikit yang terjebak
kedalam jerat yang dibuat Iblis tersebut, lalu berlanjut pada perilaku-perilaku
sek menyimpang yang mendatangkan dosa.
Sederetan
kasus akrab dimata dan telinga kita beberapa waktu ini, seperti: “Pendeta
Henderson Bunuh Anak Angkat: Cinta Terlarang, Reaksi Istri Sampai Respon PGI,”[2] “3 Anak di Kalteng Jadi Korban Pelecehan
Seksual Oknum Pendeta,”[3] “Oknum
Pendeta Dilaporkan Jemaatnya Karena Pelecehan Seksual,”[4] “Hampir 4.500 orang klaim jadi korban
pelecehan seks pastor Katolik di Australia,”[5] dan di
organisasi GSJA sendiri berbagai kasus pendisiplinan diberikan kepada oknum
tertentu Pelayan Injilnya karena terjerat kasus yang dipicu oleh kegagalan
menaklukan “Tamu Tak Diundang” .
Pertanyaan yang muncul di benak warga
Kristiani secara khusus, di manapun, tentang apakah penyebab hakiki dari
persoalan dosa semacam ini? Mengapa pengetahuan Alkitab yang dimiliki oleh para
pelaku, yang seharusnya melandasi perilaku moral yang benar mereka, seolah
kehilangan kuasanya? Atau, adakah faktor lain yang memicu perilaku seksual
menyimpang dan berdosa semacam itu?
Oleh karena itu,
Saya mencoba sebuah telaah kritis narasi Samson dalam kitab Hakim-hakim dan
Daud dalam 2 Samuel 11-12, sebagai landasan untuk memahami penyimpangan seksual
yang menyebabkan dosa dalam beberapa contoh kasus yang telah disebutkan diatas,
dan memberikan solusi terkait langkah yang dapat diterapkan dalam membungkam
“Tamu Tak Diundang” lewat apa yang Saya sebut dengan integrasi
Psikologi-Teologi (Psikoteologi). Saya menambahkan narasi Simson selain Daud
karena tampaknya ada kemiripin prinsip yang beroperasi dalam kehidupan kedua
tokoh ini, yang kiranya akan mendatangkan manfaat bagi diri Saya sendiri dan
juga rekan sekerja di ladang Tuhan, yaitu para hamba-hamba Tuhan yang sedang
menjalankan tanggungjawab kepemimpinan mereka di gereja maupun para-church.
TINJAUAN KRITIS
Narasi Simson — Hakim-hakim 13-16
Simson
lahir dari Zora keturunan Dan nama ayahnya adalah Manoah. Kelahirannya
merupakan mujizat Tuhan karena ibunya mandul. Perintah malaikat itu kepada
istri Manoah, “Peliharalah dirimu, jangan minum anggur atau minuman memabukkan
dan jangan makan sesuatu yang haram. Sebab engkau akan mengandung dan melahirkan
seorang anak laki-laki; kepalanya takkan kena pisau cukur, sebab sejak dari
kandungan ibunya anak itu akan menjadi seorang nazir Allah dan dengan dia akan
mulai penylamatan orang Israel dari tangan orang Filistin.” Hakim-hakim 13:4-5,
7, 14. Indikasi tentang landasan moral ditegaskan oleh Malaikat Tuhan tentang
cara hidup istri Manoah dan anak yang kelak akan dilahirkannya. Gagasan ini
tampak pararel dengan tata cara hidup yang Tuhan tetapkan lewat Musa bagi para
imam (Imamat 10:9; Bilangan 6:3), dan orang-orang yang menazirkan atau
mengkhusukan dirinya bagi Tuhan (Bilangan 6:1-3). Selain prinsip moral, Tuhan
menaruh prinsip spiritual atas Simson yang tampak pada Roh Tuhan berkuasa dan
menggerakkan hidupnya (Hakim-hakim 13:25; 14:6, 19; 15:14). Tidak dapat
disangkali bahwa kunjungan Malaikat pada orang tua Simson untuk mengindikasikan
prinsip moral yang harus ada padanya dan berkuasanya Roh Tuhan adalah penanda
bahwa ia diangkat oleh Allah untuk tugas khusus. [6]
Prinsip
moral menonjol sekali karena Malaikat Tuhan sendiri yang langsung menyatakannya
lewat kedua orang tua Simson. Batasan dan pelarangan tentang norma moralitas
bahkan dimulai bagi Simson sejak ia berada dalam kandungan ibunya (Hakim-hakim
13:4, 7). Prinsip moralitas ini telah ada sejak jaman Musa yang tertuang dalam
kitab Bilangan 6:1-21, bukan hanya memastikan bahwa seorang nazir seperti
Simson akan hidup berdasarkan hukum dan aturan yang telah Tuhan tetapkan lewat Musa, tetapi yang
lebih mendasar bahwa prinsip moralitas demikian dilandasi oleh sebuah takaran
kekudusan yang ditetapkan Tuhan sebagai salah satu prasyarat untuk seseorang
dipilih menjadi perantara ilahi dalam hal ini jabatan hakim (Bilangan 6:8).
Demikian
juga dengan prinsip rohani, sama pentingnya dan sangat mendasar dalam diri
seorang Simson karena kehadiran ruah
yhwh (Spirit of The Lord) dalam Hakim-hakim 13:25; 14:6, 19; 15:14, yang
bertanggungjawab pada kuasa supranatural yang dipertunjukkan oleh para hakim,
dan bukanlah ketrampilan khusus secara alamiah dan fisik yang biasanya telah dikembangkan
atau dikenali oleh pribadi, dan umat Allah. Singkatnya, para “hakim pembebas,” dibedakan oleh
kualitas yang luar biasa dan karunia, tampak dalam penilaian dan pengabdian
pribadinya sebagai perantara ilahi untuk membebaskan umat-Nya dari krisis nasional, sebuah tindakan yang
mengilhaminya dengan otoritas tertinggi dalam masyarakatnya. [7]
Akan
tetapi kita dikejutkan dengan kenyataan bahwa Simson menunjukkan prilaku yang
bertolak belakang dengan dua prinsip yang telah dimunculkan sebelumnya, “Pada
suatu kali, ketika Simson pergi ke Gaza, dilihatnya di sana seorang perempuan
sundal, lalu menghampiri dia” (Hakim-hakim 16:1). Kata Ibrani menghampiri
dipergunakan kata זונה (dibaca zinah) berarti adulterous, become a
harlot, commit adultery, prostitute, unfaithful. (Dan prostitusi dilarang oleh
hukum bangsa Israel (Im.19:29; Ul. 23:18).[8]
Perzinahan
Simson sangat mencolok tidak hanya karena identitas wanita sundal yang
disebutkan dalam narasi Alkitab ini, melainkan bahwa ia adalah seorang suami
yang sah dari istrinya (Hakim-hakim 14:1-2, 7-8; 15:1).
Narasi Daud (2 Samuel 11-12; 2 Samuel 12: 4
(Tamu Tak Diundang) ; 2 Tawarikh 20:1;
Pada pergantian tahun, pada waktu
raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta
orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan
mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem. - 2 Sam 11:1.
Penggalan narasi tersebut mengindikasikan Daud tampaknya sedang berada pada
masa-masa kejayaannya, sehingga termasuk tanggungjawabnya ia bisa delegasikan
pada panglimanya Yoab.
Daud adalah seorang raja dan pemimpin
yang besar dimasanya. Kebesaran itu tampak pada kemenangan dan ditaklukannya
raja dan bangsa yang akhirnya tunduk padanya. Selain itu, Tuhan yang
menetapkannya sebagai raja dan pimimpin sehingga legalitas kepemimpinannya
sangat berotoritas, ordinasi ini lewat pengurapan dengan minyak (1 Samuel
13:14; 16:3,12; 2 Samuel 2:4; Mazmur 89:21) sebagai lambang penyertaan dan
kehadiran Roh Allah,[9]
sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud (1 Samuel
16;13b). Jika berkuasanya Roh Tuha pada Simson tampak seperti datang tiba-tiba,
tetapi pada Daud berbeda, karena diawali dengan pengurapan dengan minyak oleh
nabi Samuel dan disaksikan oleh khalayak ramai. Akan tetapi, bahwa keduanya
diberikan kelengkapan sama yaitu prinsip spiritual.
Daud menjunjung prinsip moralitas yang sangat tinggi
diawal kariernya. Walaupun ia telah dinubuatkan akan menggantikan Saul bahkan
ketika Saul sedang memerintah sebagai raja Israel, ia orang yang berkenan
kepada Tuhan (1 Samuel 13:14), Tuhan menyertai Dia (1 Samuel 18:14), namun, ia
tidak memaksakan itu terjadi diluar waktu Tuhan. Bahkan ketika ia hendak
dihabisi oleh Saul (1 Samuel 18:6-10; 19:10, dan ia memiliki kesempatan untuk
membalas (2 Samuel 24:6-8), tetapi itu baginya bukanlah merupakan pilihan moral
yang benar, dan dalam kepemimpinannya ia selalu menegakkan keadilan dan
kebenaran bagi bangsanya (2 Samuel 8:15).
Daud menjemput kembali tabut Allah dari Baale-Yehuda
di rumah Abinadab (2 Samuel 6:3) untuk di bawa ke Yerusalem di kota Daud (2
Samuel 6:16). Dengan diiringi rombongan berjumlah tiga puluh ribu orang
banyaknya menunjukkan betapa penting dan seriusnya tabut Allah bagi Daud. Tabut
Allah selain lambang kehadiran Allah tetapi juga bentuk hadirnya hukum Allah,
yang diwakili oleh loh batu tempat dituliskannya hukum tersebut. Hukum Allah
adalah norma bagi landasan moralitas Daud, kerajaan yang dipimpinnya bahkan
seluruh bangsa Israel.[10]
Akan tetapi kita terperangah oleh
kenyataan bahwa ia melakukan perbuatan yang tidak senonoh ketika mengambil
Batsyeba, istri panglimanya Uria, dalam perbuatan zinah.
Daud melakukan tindakan yang sangat fatal karena melanggar firman
Tuhan bahwa perbuatan zinah adalah tidak benar (Keluaran 20:14), bahkan
tindakkan mengingini saja sudah tidak benar (Keluaran 20:17). Yesus menunjukkan
dengan tegas keinginan adalah sumber dari kelakuan yang tidak benar (Matius
5:27-30). Hawa nafsu menjebaknya dalam komplotan pembunuhan (2 Samuel 11),
bukan karena ketidaktahuannya akan hal yang benar, tetapi karena dorongan hati
yang demikian mendesak oleh kebutuhan sesaat sehingga ia tidak memikirkan
akibat-akibatnya.[11]
Ada
penyalahgunaan kekuasaan yang sangat menonjol pada kasus perzinahan ini, yang
akan selalu mengingatkan para pembaca narasi tentang bagiamana Daud melupakan
siapa dirinya dan siapa Allah yang telah mempercayakan kekuasaan dan kedudukkan
sebagai raja padanya, sebagai sebuah karunia Allah. Saat ini sebagai raja, ia mengambil apa saja
sesuka hatinya, termasuk istri orang lain. Bathsheba tidak memiliki kesempatan
untuk lari dari pandangan pertama Daud. Bahkan Ia tidak memiliki pertahanan
diri dan petunjuk bahwa dirinya telah menjadi objek tatapan hawa nafsu seorang
penguasa.[12]
TINJAUAN TEOLOGIS
Narasi
Alkitab tentang Simson dan Daud menegaskan bahwa permasalahan nafsu, seks dan
potensi keduanya memicu perbuatan dosa tercampur baur dan ada dalam setiap
pribadi manusia.
Nafsu
pada hakekatnya adalah bagian yang hakiki pemberian dan ditempatkan Tuhan menjadi
bagian di dalam diri seseorang, yang sedianya dipergunakan untuk memuliakan
Tuhan, akan tetapi bisa menjadi alat Iblis yang merusak dalam rupa tamu tak
diundang.
Akan
tetapi, Alkitab sangat tegas bahwa perzinahan tidak hanya buruk tapi
mendatangkan dosa. Menugutip tulisan Ellens bahwa dalam kitab Ulangan sek
diluar pernikahan itu jahat karena itu pelanggaran atas hak milik laki-laki
lain. Dalam kitab Imamat disebut jahat karena itu melanggar kekudusan wanita
dan tatanan kebaikan dari sebuah komunitas, tidak hanya Perjanjian Lama namun
Perjanjian Baru pun memandangnya demikian.[13]
Dalam
keyakinan tradisional perkawinan adalah sebuah perjanjian di antara seorang
pria dan wanita, yang didalamnya mereka sepakat berjanji untuk hidup bersama,
saling peduli, dan memberikan kenyamanan serta kebahagiaan satu sama lain,[14]
sedangkan sek adalah ungkapan secara fisik dari komitmen, kepercayaan, dan
kebergantungan yang menjadi pengertian perkawinan,[15]
sebuah lembaga suci yang ditetapkan Allah (Kejadian 2:1-25). Lima perintah
pertama dalam Sepuluh Perintah Allah adalah tentang menghormati Allah dan orang
tua. Dan lima yang terakhir tentang hukum perjanjian. Karena perkawinan adalah
ikatan perjanjian maka sek diluar nikah disebut perzinahan dan dianggap sebuah
kejahatan di Alkitab.[16]
Kemungkinan
ada jutaan alasan alasan mengapa Allah membuat perkawinan sebagai garis pemisah
diantara mereka yang semestinya melakukan hubungan sek dan mereka yang tidak.
Pertama, sek paling baik dilakukan dalam kontkes perkawinan. Kedua, pembatasan
Allah menyediakan yang terbaik dan perlindungan dari hal terburuk. Cara Allah
adalah yang terbaik. Tidak ada garis pemisah abu-abu. Itu adalah perkawinan.[17]
IMPLIKASI PRAGMATIS
Menyitir
tulisan Katsoff bahwa apa pun ontologi yang anda anut, sudah pasti hal ini akan
mempunyai pengaruh tertentu terhadap pendirian anda mengenai nilai kehidupan
dan hakekat norma-norma kesusilaan.[18]
Artinya setiap orang akan bertindak berdasarkan apa yang diyakininya benar. Salah satu kebenaran dalam sebuah ikatan
perkawinan bahwa ia merupakan lembaga yang suci, Yesus meneguhkan hal tersebut
dalam kehadiran-Nya di perkawinan Kana. Tidak hanya meneguhkan, Ia bahkan hadir
untuk mengatasi persoalan yang sedang terjadi di tengah suasana pesta
perkawinan tersebut, dengan melakukan mujizat air pembasuhan kaki menjadi air
anggur terbaik (Yohanes 2:1-11). Oleh karena itu, Yesus sangat tegas tentang
sek di luar perkawinan (Matius 5:27-28, 32; 19:9; Yohanes 8:1-10), Paulus juga
menegaskan hal yang sama (Roma 7:1-3), surat Ibrani juga sangat tegas menentang
(Ibrani 13:4).
Beberapa
pendekatan pragmatis (psikoteologi) berikut ini bisa diterapkan dalam
menaklukkan ‘Tamu Tak Diundang’ yang bisa dialami oleh siapa saja, khususnya
dalam konteks perkawinan.
Pertama,
miliki pengertian yang benar tentang kekudusan. Alkitab mengajarkan bahwa
kekudusan bagi orang percaya adalah sebuah status, tetapi juga proses yang
dijalani setiap hari (Roma 12:1; 1 Korintus 1:2; 6:11; 2 Korintus 7:1; Efesus
4:12, 24). Akan tetapi, memiliki pengertian yang memadaipun kadang tidak cukup
untuk membuat seseorang mampu membungkam tamu tak diundangnya, atau mencegahnya
jatuh ke dalam sek diluar nikah. Oleh karena itu, mengasihi dengan tulus sangat
disarankan, karena sek diluar nikah atau perzinahan akan selalu memunculkan
intimitadasi atas kejiwaan bagi para pelaku, karena itu muncul dari pikiran
yang jahat (Matius 7:22), maka memiliki pengertian yang benar tentang kasih
atau mengasihi menjadi kabar baik untuk mematahkan hawa nafsu liar (tamu tak
diundang), yang kerap menyeret seseorang kedalam perbuatan jahat. Selain itu, keputusan
melakukan hubungan sek diluar perkawinan adalah sebuah keputusan dan bukan
kecelakaan atau ketidak sengajaan melainkan pilihan[19]
yang adalah dosa di hadapan Allah (Efesus 5:3; 1 Tesalonika 4:7). Sehingga,
meningat orang-orang yang kita kasihi dan mengasihi mereka dengan sungguh dan
tulus, hendaknya menjadi perilaku yang merupakan ekspresi dari kekudusan.
Mungkin ada baiknya menyandingkan kutipan kalimat Bill Clinton yang pernah
menjabat presiden Amerika dan tersandung skandal sek dengan Minica Lewinsky,
yang ditulis Judd dan Merica, demikian:
“Clinton publicly
acknowledged at the National Prayer Breakfast in 1998 that he had
"sinned." "I don't think there is a fancy way to say that I have
sinned. It is important to me that everybody who has been hurt know that the
sorrow I feel is genuine -- first and most important, my family, also my
friends, my staff, my Cabinet, Monica Lewinsky and her family, and the American
people."[20]
Karena
mengasihi akan selalu menjadi perilaku mementingkan, menghormati, menghargai,
orang lain lebih dari diri sendiri.
Kedua,
pahami bahwa kuasa dan pencapaian adalah
kepercayaan dan milik Tuhan. Kepercayaan dan pencapaian tertentu, selalu
dilandasi prinsip rohani dan moral tertentu, merupakan hal utama bagi seorang
pemimpin. Narasi kedua tokoh yang ditampilkan di atas, disatu sisi menyadarkan
kita akan pentingnya kedua hal tersebut, yang seharusnya memberi dampak pada
kepemimpinan seseorang. Akan tetapi, penyimpangan perilaku yang ditunjukkan
oleh kedua pemimpin seakan mengaburkan peranan hakiki dari kedua prinsip tadi.
Kepemimpinan
Simson dan Daud diperoleh karena anugerah Tuhan, hal ini tidak dapat
disangkali. Tetapi kita mendapatkan bahwa pencapaian mereka digerakkan oleh
prinsip rohani dan moral yang dijalankan mereka. Namun, mereka tampaknya lupa tentang adanya sisi penyalahgunaan
kuasa, kuasa yang bersumber dari Tuhan pada mulanya, itu memiliki potensi untuk
menjadi kegagalan atas perjalanan karir mereka. Dan Oleh
karena itu, penting sekali bagi para Pelayan Tuhan untuk memiliki pengertian tentang
adanya kecenderungan alamiah abuse of power maupun spiritual abuse dalam sebuah
tanggungjawab pelayanan dan kepemimpinan. Bahkan Frail dan O’Dea dalam buku
mereka menyebutkan bahwa most of the priests and all of the bishops involved in
the contemporary sexual abuse crisis up to 2002 were trained when seminaries
maintained a dualistic view of body and soul.[21]
Tentu
tidak ada seorangpun pelayan atau pemimpin jemaat berniat merekayasanya demikian,
tetapi ingatlah seringkali dipuja jemaat dan menjadi tolak ukur kebenaran.[22]Dan
situasi seperti ini pun seringkali terjadi secara alamiah pula, celakanya, jika
itu menjadi dambaan pemimpin.
DAFTAR
PUSTAKA
Alkitab:
Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia,
Jakarta 2017
Alkitab Elektronik SABDA, http://android.alkitab.org
Buku:
Alexander, T.
Desmond, Brian S. Rosner, D. A. Carson, Graeme Goldsworthy, ed., New Dictionary of Biblical Theology, Holiness,
D. G. Peterson, Illionis: Inter-Varsity Press, 2000.
Enroth, Ronald M., Churches that Abuse,
Michigan: Zondervan Publishing House, 1992
Ellens, J.
Harold, Sex In The Bibile: A New Consideration, Westport: Praeger
Publihers, 2006
Gail, Marry and Frawley O’ Dea, Perversion
of Power: Sexual Abuse In The Catholic Church, Nashville: Vanderbilt
University Press, 2007
Hill, Andrew E.
dan John H. Walton, Survei Perjanjian
Lama, Malang: Gandum Mas, 1996
Hilderbrandt,
Wilf, An Old Testament Theology of The
Spirit of God, Massachusetts: Hendrickson
Publishers, 1995
Walton, John
H., Victor H. Matthews & Mark W. Chavalas, The IVP Bible Background Commentary Old Testament, Illinois:
Intervarsity Press, 2000.
Katsoff, Louis
O., Pengantar Filsafat, alih bahasa: Soejono Soemargono, Kopen Banteng:
Tiara Wacana Yogya, 1996.
Ebook:
Dan Merica “Bill Clinton addresses his remarks on
Lewinsky scandal, says he supports #MeToo,” June 5, 2018 Source: https://edition.cnn.com/2018/06/04/politics/bill-clinton-monica-lewinsky-apology/index.html,
(accessed: July 29, 2018.)
Norfleet, Agnes
W., “David and Bathsheba Fourth in Summer Series on King David,” July 12, 2015 https://www.bmpc.org/images/sermons/Norfleet_Sermon_PDF_2015.07.12.pdf,
(accessed: July 30, 2018).
Garland, David
E. and Diana R. Garland, “Bathsheba’s Story: Surviving Abuse and Loss,
Baylor University School of Social Network,” https://www.baylor.edu/content/services/document.php/96029.pdf.
Stenzel, Pam
and Crystal Kirgiss, Sex Has a Price Tag:
Discussions about Sexuality, Spirituality, and Self Respect (Zondervan.com)
Kamus:
“Marriage,” Theological Dictionary, Belarus: Wiktoria Boroch App.
Developer, 2014
Internet:
“Pendeta
Henderson Bunuh Anak Angkat: Cinta Terlarang, Reaksi Istri Sampai Respon PGI,” sumber internet: http://jakarta.tribunnews.com/2018/06/02/pendeta-henderson-bunuh-anak-angkat-cinta-terlarang-reaksi-istri-sampai-respon-pgi?page=all, diakses, 18 Juli 2018
“3 Anak di Kalteng Jadi Korban Pelecehan Seksual Oknum
Pendeta,” sumber: https://kumparan.com/@kumparannews/3-anak-di-kalteng-jadi-korban-pelecehan-seksual-oknum-pendeta, diakses 18 Juni 2018
“Oknum
Pendeta Dilaporkan Jemaatnya Karena Pelecehan Seksual,” sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2016/03/02/oknum-pendeta-dilaporkan-jemaatnya-karena-pelecehan-seksual, diakses 18 Juli 2018
“Hampir 4.500 orang klaim jadi korban
pelecehan seks pastor Katolik di Australia,”
sumber: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-38877912, diakses 18 Juli 2018
[1] T.
Desmond Alexander, Brian S. Rosner, D. A. Carson, Graeme Goldsworthy, ed., New Dictionary of Biblical Theology,
Holiness, D. G. Peterson, Illionis: Inter-Varsity Press, 2000, 545
[2] “Pendeta Henderson Bunuh Anak
Angkat: Cinta Terlarang, Reaksi Istri Sampai Respon PGI,” sumber internet: http://jakarta.tribunnews.com/2018/06/02/pendeta-henderson-bunuh-anak-angkat-cinta-terlarang-reaksi-istri-sampai-respon-pgi?page=all, diakses, 18 Juli 2018
[3] “3 Anak di Kalteng Jadi Korban Pelecehan
Seksual Oknum Pendeta,” sumber: https://kumparan.com/@kumparannews/3-anak-di-kalteng-jadi-korban-pelecehan-seksual-oknum-pendeta,
diakses 18 Juni 2018
[4]“Oknum Pendeta Dilaporkan
Jemaatnya Karena Pelecehan Seksual,” sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2016/03/02/oknum-pendeta-dilaporkan-jemaatnya-karena-pelecehan-seksual,
diakses 18 Juli 2018
[5]“Hampir 4.500 orang klaim
jadi korban pelecehan seks pastor Katolik di Australia,” sumber: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-38877912,
diakses 18 Juli 2018
[6]
Andrew E. Hill dan John H. Walton, Survei
Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 1996, 287
[7] Wilf
Hilderbrandt, An Old Testament Theology
of The Spirit of God, Massachusetts: Hendrickson Publishers, 1995, 113.
[8] John
H. Walton, Victor H. Matthews & Mark W. Chavalas, The IVP Bible Background Commentary Old Testament, Illinois: Intervarsity
Press, 2000, 359
[9]Hilderbrandt,
123.
[10]
Agnes W. Norfleet, “David and Bathsheba Fourth in Summer Series on King
David,” July 12, 2015 https://www.bmpc.org/images/sermons/Norfleet_Sermon_PDF_2015.07.12.pdf, (accessed: July
30, 2018).
[11]
Hill, Teologi Perjanjian Lama, 319
[12]
David E. Garland and Diana R. Garland, “Bathsheba’s Story: Surviving Abuse
and Loss, Baylor University School of Social Network,” https://www.baylor.edu/content/services/document.php/96029.pdf,
(accessed: July 30, 2018)
[13]
J. Harold Ellens, Sex In The Bibile: A New Consideration, Westport: Praeger
Publihers, 2006, 86.
[14] “Marriage,”
Theological Dictionary, Belarus: Wiktoria Boroch App. Developer, 2014
[15]Ellens,
40
[16]Ellens,
86
[17]
Pam Stenzel and Crystal Kirgiss, Sex Has a Price Tag: Discussions about Sexuality, Spirituality,
and Self Respect (Zondervan.com, 33)
[18] Louis
O. Katsoff, Pengantar Filsafat, alih bahasa: Soejono Soemargono, Kopen
Banteng: Tiara Wacana Yogya, 1996, 213
[19]Ellens,
49
[20] Dan Merica “Bill Clinton addresses his remarks on
Lewinsky scandal, says he supports #MeToo,” June 5, 2018 Source: https://edition.cnn.com/2018/06/04/politics/bill-clinton-monica-lewinsky-apology/index.html,
(accessed: July 29, 2018.)
[21] Marry Gail and Frawley O’ Dea, Perversion of
Power: Sexual Abuse In The Catholic Church, Nashville: Vanderbilt
University Press, 2007, 60
[22]
Ronald M. Enroth, Churches that Abuse, Michigan: Zondervan Publishing
House, 1992, 42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar