Keselamatan menurut Evangelikal dan Ekumenikal
By: Felix Justian
Pendahuluan
Soteriologi
atau doktrin mengenai keselamatan memiliki arti yang mendalam. Louis Berkhof menjelaskan arti soteriologi
secara umum, “Soteriologi berkaitan dengan pelimpahan berkat keselamatan kepada
orang berdosa dan pembaruan yang dialaminya berkenaan dengan kehendak Ilahi
agar mereka dapat menikmati hidup dalam persekutuan yang intim dengan Allah.”[1] Melihat pemaparan dari Louis Berkhor maka jelas sekali bahwa manusia membutuhkan
jalan keselamatan agar bisa bersekutu dengan Allah
Soteriologi dalam kekristenan
berkaitan dengan penebusan Kristus.
Mengenai hal ini Anthony Hoekma menjelaskan, “Melalui ketaatanNya yang
mutlak kepada Bapa dan melalui penderitaan, kematian dan kebangkitanNya, Tuhan
kita Yesus Kristus menghasilkan bagi kita keselamatan dari dosa dengan \semua
akibat dosa kita itu.”[2] Wayne Grundam menambahkan, “We may define the
atonement as follows The atonement is the Work Christ did in his life and death
to earn our salvation.”[3]Ini
menegaskan kembali bahwa keselamatan merupakan hal yang paling mendasar dalam
kekristenan dan mencakup penebusan Kristus.
Mengingat
pentingnya doktrin keselamatan ini maka melalui karya tulis ini penulis akan
membahas mengenai konsep keselamatan dalam Ekumenekal dan evangelikal. Penulis akan mencari konsep keselamatan dalam
evangelical dan ekumenikal kemudian penulis akan membandingkan dan mencari
persamaan serta perbedaannya
Gerakan
Injili perlu diterangkan secara hati-hati.[4] Karena sebenarnya, setiap orang Kristen
Protestan akan menyebut dirinya sebagai orang Injili.[5] Ini mengindikasikan bahwa kata Injili dipakai
oleh setiap orang Kristen Protestan. Mark
Noll menambahkan, “Evangelikalisme bukan dan tidak pernah menjadi isme seperti
isme-isme lain dalam kekristenan-misalnya Katolikisme, ortodoks,
Presbiterianisme, Anglikanisme atau bahkan pentakostalisme(terlepas dari banyak
perbedaan internal, praktik dari tanda-tanda anugerah seperti bahasa lidah
menciptakan batasan yang jelas.).[6] Sebaliknya evangelikalisme selalu terdiri
dari gerakan-gerakan yang terus bergeser, aliansi-aliansi sementara dan
bayangan dari individu-individu yang diperpanjang.[7] Ini menunjukkan bahwa kaum injili atau
evangelical terdiri dari berbagai gerakan dan dari berbagai denominasi.
Masih dalam kaitan mengenai
evangelical namun berbicara tentang teologinya, John Jefferson Davis
mengatakan, “Evangelical Theology can be defined as systematic reflection on
scripture and tradition and the mission of the church in mutual relation, with
scripture as the norm.”[8] Maka bisa dikatakan bahwa semua orang yang
menjadikan Alkitab pedoman tertinggi serta merefleksikan alkitab, tradisi dan
misi gereja dalam kehidupan adalah kaum injili.
Keselamatan
menurut Evangelikal
Sesuai
yang dijelaskan di atas maka penulis mengambil dua aliran besar yaitu
Arminianisme dan Calvinisme. Mengenai pandangan dari Calvinisme Gj Baan
mengatakan, “Pandangan Calvinisme mengenai doktrin penebusan ialah bahwa
Kristus telah mati bagi orang-orang tertentu yang terbatas jumlahnya yakni bagi
mereka yang telah dipilih oleh Bapa dan yang sejak dari kekekalan telah diberikan kepada Anak untuk diselamatkan
melalui penderitaan dan
kematian-Nya.”[9] Robert A Peterson dan M.D. William
menambahkan, “Prior to all things and all other causes and in accordance with
his immutable decree God ordains some to salvation out of sheer grace but
others according to his justice he reprobates to wrath.”[10]
Secara ringkas pandangan Calvinisme ini disingkat penebusan terbatas.
Mengenai penebusan terbatas ini Paul
Enn mengatakan, “Apabila Kristus memang melakukan penebusan untuk dosa, maka
objek dari penebusan harus kelompok tertentu.”[11] Ia menambahkan, “Kalau tidak efek penebusan
akan dilemahkan karena tidak semua orang diselamatkan.”[12] Dengan kata lain karena tidak semua manusia
selamat maka sangatlah logis jika keselamatan hanya untuk orang-orang khusus
Lain
halnya dengan Calvinis, Arminianisme memiliki pandangan sendiri tentang
keselamatan. Mengenai keselamatan dalam
perspektif pentakosta Paul Enn berkomentar, “Arminian mengajarkan bahwa
penebusan Kristus adalah universal.”[13] Ia menambahkan, “Provisi dari Kristus dalam
penebusanNya adalah untuk setiap orang, hal itu cukup untuk menyelamatkan semua
orang(meskipun tidak semua orang selamat).”[14] Secara ringkas pandangan keselamatan Arminian
disingkat penebusan tak terbatas.
Pandangan
dari Arminian ini tentu tidak lepas dari tujuannya seperti yang diungkapkan
oleh Jerry L Walls dan Joseph R Dongell dalam bukunya Why I’m not a
Calvinist?. Mereka mengatakan, “All
agree that God’s salvation requires believing human response to God’s gift of
grace.”[15] Dengan kata lain presuposisi dasar dari
tujuan keselamatan dari sudut pandang Arminian adalah anugerah kepada semua
orang yang mau percaya. Mereka
menambahkan, “This freedom of course is not natural to our fallen condition,
rather it is a gift of grace that enables us to embrace the good news of the
gospel and be saved.”[16] Melalui kedua pernyataan tersebut maka bisa
disimpulkan bahwa Arminian menekankan kehendak bebas manusia yang adalah
anugerah Allah dan kehendak bebas ini membawa manusia ke dalam kebenaran injil
Pandangan
yang dalam calvinisme berkaitan dengan keselamatan adalah anugerah yang tidak
dapat ditolak. Mengenai anugerah yang
tidak dapat ditolak Francois Wendell mengatakan, “Merupakan hal yang bijaksana
jika disini kita mengingat bahwa kehendak Allah yang termanifestasikan dalam
panggilan yang ditujukan kepada kaum pilihan ini, tidak akan menemukan
rintangan apapun dari pihak kaum pilihan,itu sama dengan mengatakan bahwa
anugerah itu tidak dapat ditolak.”[17] Ia menambahkan, “Sebagaimana manusia berdosa
secara niscaya menghendaki dan melakukan kejahatan, karena keniscayaan internal
dari keadaannya, demikian juga manusia yang telah dibenarkan menyelaraskan
dirinya dengan keniscayaan kondisi barunya ini dengan menaati kehendak ilahi
dan secara niscaya melakukan apa yang diperintahkan kepadanya.”[18] Secara ringkas dapat dikatakan bahwa anugerah
dari Allah ditujukan kepada setiap orang yang sudah dipilihnya sejak semula,
maka dari itu tidak dapat ditolak karena ada ketetapan Allah di dalamnya.
Lain
halnya dengan calvinisme, Arminianisme memiliki pandangan tersendiri mengenai
keselamatan dalam kaitannya dengan anugerah.
Paul Enn mengatakan, “Arminius telah menganut doktrin bahwa orang
percaya dapat kehilangan keselamatan mereka.”[19] Enn menambahkan, “Arminius menekankan bahwa
kehendak bebas harus dipergunakan dalam ketekunan orang percaya, kalau tidak
maka keselamatan mereka bisa hilang.”[20] Senada dengan Enn, Norman Geisler mengatakan,
“Forced liberty is an absurd notion, and irresistible grace on the unwilling is
precisely that—contrary to the freedom God bestowed upon His human creatures.”[21] Singkatnya, bisa dikatakan bahwa berdasarkan
pandangan arminianisme keselamatan bisa hilang karena kehendak bebas manusia
diberi ruang yang cukup untuk memilih tidak seperti pandangan dari calvinisme
yang mengecilkan ruang kehendak bebas.
Terlepas
dari setiap perbedaan yang ada antara Calvin dan Arminian, inti dari
keselamatan menurut evangelical sendiri terletak kepada individu. Dengan kata lain keselamatan menurut
evangelical bersifat inward(ke dalam)
Keselamatan menurut
ekumenikal
Georg
Kirchberger memberikan penjelasan secara komphrehensif mengenai ecumene:
“Kata
ekumene diambil dari bahasa Yunani, oikumene
yang berarti seluruh dunia atau dunia yang dihuni. Sejek Soderblom ekumene merupakan ungkapan
untuk berbicara mengenai Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Maka dewasa ini ada dua arti dan makna dalam
kata ekumene: universal, missioner, menyangkut seluruh dunia dan sesuatu yang
menyangkut kesatuan Gereja-gereja.”[22]
Melalui
penjelasan di atas maka bisa dikatakan bahwa kata oikumene lebih cenderung
menekankan sifat universal dan keesaan Gereja.
Hal in mempengaruhi pandangan ekumenikal terhadap keselamatan. Mengenai hal ini Richard A.D Siwu mengatakan,
“Konsep misi dikembangkan dengan wawasan Allah-Gereja-bagi dirinya dalam arti
bahwa gereja diberi prioritas yang lebih penting dan superior atas Gereja.”[23] Lebih lanjut ia mengatakan, “Selanjutnya
dalam konsepsi Allah-dunia-Gereja, dikembangkan pula pemahaman bahwa gereja
tidak tepat lagi menganggap amanat agung Yesus Kristus hanya untuk dirinya.”[24] Sebaliknya gereja harus menjadi gereja bagi
yang lain(Ing: The Church for Other).[25]
Berdasarkan
setiap pemaparan di atas maka bisa dikatakan bahwa ekumenikal lebih menekankan
keselamatan yang bersifat outward (ke
luar). Artinya bukan lagi membawa dunia
kepada gereja tetapi membawa gereja kepada dunia.
Posisi Pentakosta
Simon chan memberikan pandangannya
tentang misi dalam perspektif pentakosta, “We can understand misson in terms of
relationship but not vice versa.”[26] Ia menambahkan, “Ultimately, misson has to be
seen in term of reconciliation or restoration of the relationship between God
and the world and the creation of a new community in Christ.”[27] Ini menunjukkan bahwa Pentakosta memliki
konsep misi keselamatan yang menekankan hubungan antara Tuhan,dunia dan ciptaan-Nya.
Masih
dalam konteks yang sama Allan Anderson mengatakan, “Their mission activity
grounded in the premillennial eschatology and so reflection about the task was
not as important as action in evangelism and mission.”[28] Ini menunjukkan bahwa pentakosta lebih
menekankan aspek keselamatan jiwa. Dalam
konteks yang sama Allan Anderson juga mengutip pernyataan dari Macchia,
“Macchia says that the Pentacostal experience of glossolalia has ecumenical
implications, urging him to come out of the closet of my pentacostal piety to
discover ‘Pentacostalism’ in communion other than my own, especially in ways
unfamiliar to me.”[29] Melalui pernyataan di atas bisa dikatakan
bahwa dewasa ini Pentakosta masuk golongan ekumenikal karena mereka menyadari
bahwa tidak bisa terlalu eksklusif terhadap suatu doktrin dan mulai menghargai
keberagaman
Kesimpulan
Berdasarkan setiap pemaparan di atas
maka penulis menyimpulkan bahwa keselamatan menurut evangelikal lebih
menekankan aspek dalam manusia yaitu keselamatan secara pribadi(inward). Ini berbeda dengan keselamatan menurut
ekumenikal. Mereka lebih menekankan
bahwa keselamatan perlu dibawa keluar sehingga Gereja memberi dampak(outward).
Sudut
pandang Pentakosta menggabungkan keduanya(Ekumenikal dan Evangelical). Artinya di samping menekankan keselamatan
jiwa manusia juga menekankan perlunya gereja keluar untuk memberikan dampak.
Daftar Pustaka
Anderson,
Allan. An Introduction to Pentacostalism.
United Kingdom: Cambridge University, 2004.
Baan, G.J. TULIP
Lima Pokok Calvinisme,diterjemahkan oleh Samuel Pulung dan Herdian
Apriliani. Surabaya: Penerbit Momentum,
2009.
Berkhof,
Louis. Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan, diterjemahkan oleh Yudha
Thiantoa. Surabaya: Penerbit
Momentum,1997.
Chan,
Simon. Pentacostal Theology and The Christian Spiritual Tradition. London: Sheffield Academic Press, 2000.
Davids,
John Jefferson. Foundation of Evangelical Theology.
Grand Rapids, Michigan: Baker Publishing, 1984.
Enn,
Paul. The Moody Handbook of Theology: Buku pegangan Teologi diterjemahkan
oleh Rahmiati Tanudjaja. Malang:
Literatur SAAT, 2003.
________ ,
The Moody Handbook of Theology: Buku
pegangan Teologi 2 diterjemahkan oleh Rahmiati Tanudjaja. Malang: Literatur SAAT, 2004.
Geisler, Norman L. Systematic
Theology in one volume. Grand
Rapids,Michigan: Baker Publishing, 2011.
Grundem,
Wayne. Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine. Grand Rapids,Michigan: Zondervan Publishing
House, 1994.
Hoekma,
Anthony. Diselamatkan karena Anugerah, diterjemahkan oleh Irwan
Tjulianto. Surabaya: Penerbit: Momentum,
2001.
Kirchberger, George.
Gerakan Ekumene: Suatu Panduan. NTT: Ledalero,2010.
Marris, Hans. Gerakan
Kharismatik dan Gereja Kita.
Surabaya:Penerbit Momentum, 2004.
Noll,Mark
A. Skandal
Pemikiran Injili, diterjemahkan oleh Sudi Ariyanto. Surabaya: Penerbit Momentum, 2008.
Peterson,
Robert &Williams, M.D, Why Im not an
Ariminian. Downer Grove,Illnois:
Intervasity Press, 2004.
Siwu,
Richard A. Misi dalam Pandangan Ekumenikal dan Evangelikal Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Walls,
Jerry L& Dongell, Joseph R. Why Im not a Calvinist. Downers Grove,Illnois: Intervasity Press,
2004.
Wendell,
Francois. Calvin: Asal usul dan perkembangan pemikiran religiusnya
diterjemahkan oleh Ichwei G Indra.
Surabaya: Penerbit Momentum, 2010.
[1] Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan,
diterjemahkan oleh Yudha Thiantoa,(Surabaya: Penerbit Momentum,1997),5.
[2] Anthony Hoekma, Diselamatkan karena Anugerah,
diterjemahkan oleh Irwan Tjulianto,(Surabaya: Penerbit Momentum,2001),13.
[3] Wayne Grundem, Systematic Theology: An Introduction to
Biblical Doctrine,(Grand Rapids,Michigan: Zondervan Publishing House,1994),568.
[4] Hans Marris, Gerakan Kharismatik dan Gereja Kita(Surabaya:Penerbit
Momentum,2004),73.
[5] Ibid.
[6] Mark A Noll, Skandal Pemikiran Injili, diterjemahkan
oleh Sudi Ariyanto,(Surabaya: Penerbit Momentum,2008),8.
[7] Ibid.
[8] John Jefferson Davids, Foundation of Evangelical Theology,(Grand
Rapids, Michigan: Baker Publishing,1984),43.
[9] G.J. Baan, TULIP Lima Pokok Calvinisme,diterjemahkan
oleh Samuel Pulung dan Herdian Apriliani,(Surabaya: Penerbit Momentum,2009),76.
[10] Robert Peterson dan MD
Williams,Why Im not an Ariminian,(Downer
Grove,Illnois: Intervasity Press,2004),96.
[11] Paul Enn, The Moody Handbook of Theology: Buku
pegangan Teologi diterjemahkan oleh Rahmiati Tanudjaja,(Malang: Literatur
SAAT,2003),405.
[12] Ibid.
[13] Paul
Enn, ,
The Moody Handbook of Theology: Buku
pegangan Teologi 2 diterjemahkan oleh Rahmiati Tanudjaja,(Malang: Literatur
SAAT,2004),133.
[15] Jerry L Walls dan
Joseph R Dongell, Why Im not a Calvinist,(Downers
Grove,Illnois: Intervasity Press,2004),77.
[16] Dongell,185.
[17] Francois Wendell, Calvin: Asal usul dan perkembangan pemikiran
religiusnya diterjemahkan oleh Ichwei G Indra, (Surabaya: Penerbit
Momentum,2010),308-309.
[19] Enn,133.
[20] Ibid.
[21] Norman L Geisler, Systematic Theology in one volume,(Grand
Rapids,Michigan: Baker Publishing,2011), 1225.
[22] George Kirchberger, Gerakan Ekumene: Suatu Panduan,(NTT:
Ledalero,2010), 1-3.
[23] Richard A Siwu, Misi dalam Pandangan Ekumenikal dan
Evangelikal Asia,(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996), 205.
[24] Ibid, 206.
[25] Ibid.
[26] Simon Chan, Pentacostal Theology and The Christian
Spiritual Tradition, (London: Sheffield Academic Press,2000),46.
[28] Allan Anderson, An Introduction to Pentacostalism,
(United Kingdom: Cambridge University,2004),207.
[29] Frank D Macchia, The Tongues of Pentecost: The Promise and
Challenge of Pentacostal/Roman Catholic Dialogue,Toronto
Canada(1996),22. Lih juga Anderson,258.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar